Jumat 01 Jun 2012 20:17 WIB

Halalan Thayyiban: Titik Kritis Fermentasi Roti (1)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Fermentasi roti (ilustrasi).
Foto: outlanderkitchen.com
Fermentasi roti (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Penggunaan alkohol dalam Islam, karena merupakan salah satu jenis khamar yang dilarang, tidak diperkenankan, baik dalam minuman, makanan, maupun obat-obatan.

Yang dimaksud dengan alkohol di sini ialah isitilah umum untuk senyawa organik apa pun yang memiliki gugus fungsional yang disebut gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon.

Mengutip Kumpulan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), penggunaan alkohol dalam makanan diharamkan. Termasuk, etanol atau senyawa lain, seperti metanol, asealdehida, dan etilasetat, yang dibuat secara fermentasi dengan rekayasa dari berbagai jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung etanol dan atau metanol yang ditambahkan dengan sengaja.

Dalam buku fatwa tersebut juga dijelaskan, penggunaan alkohol atau etanol hasil industri non-khamar— baik merupakan hasil sintesis kimiawi (dari petrokimia) maupun hasil industri fermentasi non-khamar—untuk proses produksi makanan, minuman, kosmetik, dan obat-obatan hukumnya haram bila medis menyatakan membahayakan.

Dalam kasus pembuatan roti, memang belum pernah dilaporkan produksi roti yang mengandung alkohol tinggi. Mengutip buku Halalkah?, karangan Dr Anton Apriyantono, kadar alkohol roti yang adonannya dibuat dengan cara fermentasi menggunakan yeast berkisar antara 0,3 persen dan 0,4 persen. Menurutnya, dari sisi ini roti tidak bermasalah.

Yang jadi masalah, kata Anton, adalah roti dengan bahan tambahan seperti penggunaan shortening dan leavening. “Shortening adalah lemak campuran yang memiliki fungsi tertentu. Secara khusus, lemak ini berfungsi untuk membuat produk roti legit dan terasa lembut di lidah,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement