Kamis 31 May 2012 23:53 WIB

Al-Manhiyyat, Hikmah di Balik Larangan (4-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Kitab (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Kitab (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, Riwayat lain yang dinukil oleh Thabrani dan Al-Bazzar menjelaskan peringatan tersebut.

Rasulullah bersabda, “Pastikanlah kalian bersih dari (najis) air seni, karena sesungguhnya sebagian besar azab kubur akibat (najis) air seni.” Karenanya, Rasulullah di riwayat lainnya menganjurkan agar kencing sambil duduk.

Sedangkan motif yang kedua dari larangan kencing berdiri ialah berkenaan dengan kesehatan yang bersangkutan.

Menurut tokoh yang terusir dari Tirmidz lalu pindah ke Balkh lantaran menulis kitab yang dianggap kontroversial (Khatmul Awliyahdan ilal Asy- Syari’at) itu, posisi berdiri kurang mendukung bagi kelancaran membuang air seni.

Di saat berdiri, vena terus aktif dan jantung tetap memompa darah dengan kencang. Semuanya bermuara di jantung. Berbeda dengan posisi duduk. Dengan posisi ini maka jantung akan mengalami relaksasi.

Dengan duduk pula, maka saluran kencing akan mudah terbuka sehingga air seni keluar tanpa hambatan. Kesemuanya itu tidak didapatkan lewat posisi berdiri.

Menutup karyanya tersebut, Al-Hakim menjelaskan tentang larangan mengadakan transaksi menggunakan emas ditukar dengan emas. Larangan itu berlaku selama nilai dan kadarnya tidak setara.

Bila jual-beli dengan emas sementara nilainya berbeda, menurut sosok yang terinspirasi dan belajar agama dari sang ayah, Syekh Ali, praktik semacam ini dikategorikan riba. Dan, riba adalah perbuatan yang tidak diperkenankan dalam agama. Selain itu pula, riba merugikan salah satu atau kedua belah pihak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement