REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Prihatin dengan kecenderungan bunuh diri yang meningkat, Pondok Pesantren Salafiyah Al Qodir di Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta membentuk satu unit Lembaga Kajian dan Pencegahan Bunuh Diri bernama Kunang-Kunang Al Qodir.
"Lembaga Kajian (LK) ini tidak serta merta lahir tetapi telah melalui proses yang panjang dengan latar belakang yang kompleks. kata Pengasuh Pondok Pesantren Al Qodir Kyai Masrur Ahmad, Rabu (30/5). Kelahiran lembaga itu, menurut dia, didorong angka bunuh diri yang terus mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut dia, alasan dan penyebab manusia memilih mengakhiri hidupnya semakin kompleks, cara dan model yang dilakukan pun semakin beragam.
"Bagi kami yang selama ini berada di pesantren, selalu mengajarkan untuk menjauhi sikap putus asa dalam semua aspek. Kehidupan adalah karunia yang luar biasa yang diberikan Sang Pencipta sehingga harus selalu disyukuri. Dan kami yakin, semua agama mempunyai ajaran yang hampir sama dalam memaknai hidup ini," katanya.
Ia mengatakan, di sisi lain, perilaku bunuh diri merupakan fenomena yang sangat menarik bagi banyak pakar. Mereka mulai dari ahli psikiatri, psikologi, biologi, sosiologi, hukum, dan filsafat bahkan agama.
"Saat ini berbagai media cetak maupun elektronik sering memberitakan kasus bunuh diri sebagai bagian dari romantika kehidupan masyarakat. Laporan World Health Organization (2000) diperkirakan satu juta orang melakukan bunuh diri (commit suicide) pada 2000, sedangkan percobaan bunuh diri diperkirakan 20 hingga 30 kali lipat kejadiannya," katanya.
Masrur mengatakan, bunuh diri menempati salah satu dari sepuluh penyebab teratas kematian di setiap negara, dan merupakan satu dari tiga penyebab utama kematian pada kelompok umur 15 hingga 44 tahun, dan nomor dua untuk kelompok 10 hingga 24 tahun.
"Di Indonesia, pada 2010 WHO melaporkan angka bunuh diri mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa. Angka itu bisa jadi masih lebih besar lagi mengingat fenomena bunuh adalah ibarat gunung es, yang tampak hanya puncaknya sementara yang tertutup dan ditutupi sesungguhnya lebih besar lagi," katanya.
Ia mengatakan, dengan semakin majunya peradaban manusia melalui berbagai teknologi ternyata manusia mengalami kerentanan menghadapi diri sendiri maupun lingkungan yang akhirnya bermuara pada tindakan bunuh diri.
"Kenyataan ini dibuktikan dengan peningkatan angka bunuh diri yang meningkat secara signifikan. Perkiraan WHO memperkirakan pada 2020 angka bunuh diri secara global menjadi 2,4 per 100.000 jiwa dibandingkan 1,8 per 100.000 jiwa pada 1998," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, hingga sekarang, belum ada kata sepakat mengenai definisi bunuh diri atau mengakhiri hidupnya sendiri, sebab sebagian kalangan memaknai tidak semua tindakan yang mengakhiri hidupnya sendiri merupakan tindakan bunuh diri.
"Ini bisa dilihat dari sejarah, misalnya harakiri dan kamikaze, yang menyatakan sikap tersebut adalah perbuatan mulia. Namun secara umum, bunuh diri diartikan sebagai sebuah tindakan mengakhiri hidup secara sengaja. Sebuah tindakan yang sampai saat ini belum bisa diterima orang dengan dengan segala latar belakangnya baik berupa agama/kepercayaan, moral, etika, hukum, dan budaya," katanya.