REPUBLIKA.CO.ID, Demikian halnya dengan tuntutan mematikan api yang tertera dalam hadis riwayat Salim dari ayahnya, yang tak lain ialah Abdullah bin Umar.
Rasulullah meminta agar sumber api yang berada di dalam rumah dimatikan, la tatruku an naaro fi buyutikum hina tanaamuun.
Bagi Abdullah bin Umar, ajaran yang dikemukakan Rasulullah itu sangat membekas. Ia pun tak pernah meninggalkan api dalam kondisi menyala di tempat tinggalnya ketika hendak memejamkan mata di malam hari.
Pemaknaan api dalam hadis itu cukup fleksibel dan kontekstual di era sekarang. Kesesuaian terdekat dari makna api dalam konteks saat ini ialah tidak meninggalkan saluran gas, baik yang digunakan untuk pengapian kompor gas maupun pemanas air, misalnya, dalam kondisi terbuka atau menyala saat hendak tidur.
Tindakan ini akan lumayan membantu mengurangi pemborosan energi. Terlebih bila aktivitas yang mestinya menjadi rutinitas keseharian tersebut menjadi gerakan masif, sekalipun hanya di tingkat nasional.
Bahkan, selain menghemat energi, memadamkan lampu dan menutup saluran api, dapat mencegah kebakaran terjadi yang diakibatkan oleh keteledoran dan kurangnya kewaspadaan.
Selain tindakan preventif untuk menghalangi kerusakan lingkungan, Islam juga mengajarkan agar melakukan 'penyembuhan' terhadap kerusakan-kerusakan yang menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem.
Islam mengajarkan pula agar melakukan penghijauan, reboisasi, dan pengelolaan ulang lahan ataupun sumber daya alam yang telah terkuras. "Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya." (QS. Huud: 61).