REPUBLIKA.CO.ID, Konsumsi makanan halal sangat krusial dalam Islam. Karena itu, kewaspadaan adalah hal mutlak yang harus dilakukan. Salah satunya ialah keberadaan darah dalam sebuah makanan.
Dalam Islam, darah tidak boleh dikonsumsi. Darah termasuk unsur yang diharamkan. Allah SWT berfirman, “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah…” (QS. Al-Maa'idah: 3).
Peredaran makanan dengan unsur darah di dalamnya marak di masyarakat dalam atau luar negeri. Di Indonesia dikenal dengan nama daerah Marun.
Menurut Dr Ir Anton Apriyantono dalam buku Tanya Jawab Soal Halal, sekarang ini, bukan hanya darahnya yang dimanfaatkan untuk makanan seperti yang telah disebutkan, melainkan juga ingredien yang berasal dari darah juga telah banyak digunakan, khususnya pada industri daging.
Ia menyebut salah satunya ialah Jerman. Hal ini karena ketersediaan darah dari hasil pemotongan hewan, khususnya di negara maju, berlimpah (kira-kira empat persen dari berat hewan) dan pembuangannya dapat menimbulkan masalah lingkungan.
Ia mengatakan, komposisi darah ialah sekitar dua pertiga dari berat darah adalah cairan transparan yang dikenal sebagai plasma. Plasma ini adalah koloid yang terdiri atas 90 persen air dan tujuh persen protein. Protein plasma ini terdiri atas albumin (4–5 persen), globulin (2–2,5 persen), dan fibrinogen (0,3–0,4 persen).
Selain itu, plasma mengandung garam anorganik (0,9 persen) dan senyawa organik terlarut lainnya (2,1 persen). Sepertiga bagian darah sisanya, terutama terdiri atas hemoglobin.
Hemoglobin ini sebetulnya adalah protein yang paling banyak terdapat dalam darah, kira-kira terdapat sebanyak 10 persen dalam darah atau kira-kira 50 persen dari bahan kering darah.