Rabu 16 May 2012 20:19 WIB

Thauqul Hamamah Fil Alfah wal Allaf, Konsep Cinta Ulama Andalusia (2)

Kitab (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Kitab (ilustrasi).

Oleh: Yayan Suryana*

Di antara manuskrip yang dibelinya itu terselip manuskrip ini, yang ditakdirkan tersimpan di perpustakaan Leiden Belanda selama kurang lebih 175 tahun.

Sampai akhirnya pada awal abad ke-19, misionaris Belanda Reinhart menerbitkan buku cetakan pertama yang memuat daftar isi manuskrip Arab di Universitas Leiden.

Dunia kemudian mengetahui di antara daftar isi tersebut terdapat manuskrip Thauqul Hamamah.

Selanjutnya, seorang misionaris muda Rusia, DK Petrov, menerbitkan naskah Arab Thauqul Hamamah secara lengkap dalam buku berseri yang dicetak oleh Fakultas Sastra Universitas Petersburg. Kemudian dicetak ulang di percetakan Brill Arabic di Leiden pada tahun 1974.

Setelah tujuh belas tahun dari cetakan pertamanya, Muhammad Yasin Arafah, pemilik perpustakaan Arafah di Damaskus, mencetak naskah ini dalam bahasa Arab untuk kedua kalinya pada 1930, tanpa banyak mengubah dari naskah yang diterbitkan Petrov.

Sampai kemudian diterbitkan cetakan ketiga pada 1949 oleh misionaris Prancis Leon Brecher di Aljazair. Pada 1950, Hasan Kamil Ash-Shairafi menerbitkan cetakan keempat buku tersebut di Kairo.

Akan tetapi, cetakan ini menjadi cetakan terburuk dari cetakan-cetakan sebelumnya disebabkan kurangnya pemahaman Ash-Shairafi tentang sejarah Andalusia dan peradabannya.

Dan terakhir, Dr Thahir Ahmad Makki menekuni naskah tersebut dan menjelaskan catatan-catatannya dalam cetakan yang diterbitkan oleh Daar Al-Ma’arif Mesir pada tahun 1975.

Dalam karyanya, Ibnu Hazm menceritakan pengalamannya jatuh cinta kepada seorang gadis. Saat itu ia berumur 15 tahun. Gadis yang dicintainya itu kira-kira berumur tidak jauh darinya.

Ia mengaku telah berusaha untuk berbicara dengannya. Susunan-susunan kalimat dalam hatinya tertuju pada gadis itu, akan tetapi gadis itu tidak menjawab kata-katanya, disebabkan rasa malu dan takut yang menyelimutinya.

Ibnu Hazm mengisahkan bahwa ia pernah melihat gadis itu memainkan alat musik dari gitar kayu dan bernyanyi. Suatu hari ia mendengar gadis itu mendendangkan bait-bait syair kepada Abbas bin Ahnaf di sebuah kebun.

Maka, bertambahlah cintanya kepada gadis itu, kemudian ia memaparkan pengaruh nyanyian gadis itu, "Demi Allah, aku tidak melupakan kenangan hari itu. Dan aku tidak akan pernah melupakannya sampai ajal menjemput!" ungkapnya.

* Penulis adalah alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir (citizen journalist).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement