REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL — Muslim Belgia akhirnya tidak lagi kesulitan untuk melaksanakan salat. Sebab, Asosiasi Masjid dan Islam Belgia telah bersepakat untuk menentukan kalender waktu salat. Putusan itu sekaligus mengakhiri perdebatan panjang tentang waktu salat di Belgia.
Direktur Pusat Budaya Islam di Brussel, Khalid Al-Ibri mengatakan para peserta telah mengambil keputusan bersejarah yang selanjutnya akan diadopsi menjadi kalender persatuan. Dewan Fikih Islam, Liga Muslim Dunia di Makkah, telah menyetujui kalender itu. "Alhamdulillah, kalender ini tidak akan lagi memicu perbedaan," kata dia seperti dikutip iina.me, Senin (30/4).
Menurut Khalid, persoalan waktu salat telah membuat Muslim kesulitan saat melaksanakan kewajibannya. Kondisi itu lebih kentara saat Muslim menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. "Masalah ini akhirnya berakhir. Muslim tidak lagi alami perbedaan satu jam yang memicu masalah," ujarnya.
Menurut sensus pada 1989, jumlah kaum Muslimin Belgia mencapai 234.815 jiwa. Kaum muslimin Belgia umumnya tinggal di kota-kota besar seperti Brussell, Charleroi dan lain-lain. Mayoritas kaum Muslimin Belgia adalah kaum imigran dari beberapa negara Islam dan Arab.
Menurut hasil penelitian setiap seribu warga Muslim terdapat tiga atau empat Muslim asli Belgia. Diperkirakan kaum Muslimin pertama datang ke Belgia setelah Perang Dunia II.
Hampir 90 persen Muslimin Belgia sebagai pekerja imigran (asing). Hanya 5 persen yang berstatus sebagai mahasiswa. Selebihnya, 60 persen rata-rata usia mereka berkisar 25 tahun ke bawah. Kondisi ekonomi mereka cukup baik, jika dibanding dengan saudara mereka di negeri asalnya.
Pendapatan mereka rata-rata perbulan antara 1300-1600 dollar US (sekitar empat juta rupiah). Jumlah pendapatan itu belum termasuk tunjangan keluarga, tunjangan pensiun dan lain-lainnya. Fenomena pengangguran di sebagian kalangan kaum muda di negeri itu, sering dijadikan alasan kelompok rasialis untuk memusuhi Islam dan kaum Muslimin.