Jumat 27 Apr 2012 17:18 WIB

Usulan Wapres Soal Pengaturan Azan Pancing Konflik Horizontal

Rep: Agus Raharjo/ Red: Djibril Muhammad
Wakil Presiden RI, Boediono.
Foto: Antara/Ampalsa
Wakil Presiden RI, Boediono.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Pernyataan wakil presiden (Wapres), Boediono soal pengaturan Azan di Muktamar Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jum'at (27/4) menuai kecaman dari Ketua PWNU Jawa Timur, Mutawakkil Alallah. Menurut Mutawakil, pernyataan Wapres untuk mengatur suara Azan justru dapat memancing konflik horizontal di masyarakat.

Sebab, apa yang dikatakan Wapres seolah tidak mengetahui ketetapan dan aturan mendirikan tempat ibadah di Indonesia. Dalam izin pendirian tempat ibadah baik masjid maupun tempat ibadah yang lain, pasti harus disetujui masyarakat setempat. Jika tidak, tempat ibadah tidak akan diizinkan berdiri.

Setelah berdiri, maka masyarakat sekitar harus mau bertoleransi untuk kegiatan yang dilakukan di tempat ibadah tersebut. Lagipula, kata dia, Azan dikumandangkan dari tempat umum bukan dari rumah ke rumah. "Ungkapan wapres memancing timbulnya konflik horizontal berbau SARA," kata Mutawakkil pada Republika, Jumat (27/4).

Dalam sambutannya membuka Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia (DMI), Wakil Presiden Boediono meminta kepada DMI mulai membahas tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid. "Kita semua sangat memahami bahwa azan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban shalatnya," kata Wapres.

Dikatakan Wapres, apa yang dirasakan barangkali juga dirasakan orang lain yaitu bahwa suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga.

Menurut Wapres, Alquran pun mengajarkan kepada umat Islam untuk merendahkan suara sambil merendahkan hati ketika berdoa memohon bimbingan dan petunjuk-Nya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement