Selasa 24 Apr 2012 16:26 WIB

Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Cinta kepada Allah (4)

Mencintai Allah (ilustrasi)
Foto: Wordpress.com
Mencintai Allah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Sebab keempat dari kecintaan ini adalah "persamaan" antara manusia dan Allah. Hal inilah yang dimaksudkan dalam sabda Nabi SAW, "Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dalam kemiripan dengan diri-Nya sendiri."

Lebih jauh lagi Allah telah berfirman, "Hamba-Ku mendekat kepada-Ku sehingga Aku menjadikannya sahabat-Ku. Aku pun menjadi telinganya, matanya dan lidahnya."

Juga Allah berfirman kepada Musa AS, "Aku pernah sakit tapi engkau tidak menjenguk-Ku!"

Musa menjawab, "Ya Allah, Engkau adalah Rabb langit dan bumi, bagaimana Engkau bisa sakit?"

Allah berfirman, "Salah seorang hamba-Ku sakit, dan dengan menjenguknya berarti engkau telah mengunjungi-Ku."

Memang ini adalah suatu masalah yang agak berbahaya untuk diperbincangkan, karena hal ini berada di balik pemahaman orang-orang awam. Seseorang yang cerdas sekalipun bisa tersandung dalam membicarakan soal ini dan percaya pada inkarnasi dan kesekutuan dengan Allah.

Meskipun demikian, "persamaan" yang maujud di antara manusia dan Allah menghilangkan keberatan para ahli Ilmu Kalam yang telah disebutkan di atas itu, yang berpendapat bahwa manusia tidak bisa mencintai suatu wujud yang bukan dari spesiesnya sendiri.

Betapa pun jauh jarak yang memisahkan mereka, manusia bisa mencintai Allah karena "persamaan" yang disyaratkan di dalam sabda Nabi, "Allah menciptakan manusia dalam kemiripan dengan diri-Nya sendiri."

Menampak Allah

Semua Muslim mengaku percaya bahwa menampak Allah adalah puncak kebahagiaan manusia, karena hal ini dinyatakan dalam syariah. Tetapi bagi banyak orang hal ini hanyalah sekedar pengakuan di bibir belaka yang tidak membangkitkan perasaan di dalam hati.

Hal ini bersifat alami saja, karena bagaimana bisa seseorang mendambakan sesuatu yang tidak ia ketahui? Kami akan berusaha untuk menunjukkan secara ringkas, kenapa menampak Allah merupakan kebahagiaan terbesar yang bisa diperoleh manusia.

Pertama sekali, semua fakultas manusia memiliki fungsinya sendiri yang ingin dipuasi. Masing-masing punya kebaikannya sendiri, mulai dari nafsu badani yang paling rendah sampai bentuk tertinggi dari pemahaman intelektual. Tetapi suatu upaya mental dalam bentuk rendahnya sekalipun masih memberikan kesenangan yang lebih besar daripada kepuasan nafsu jasmaniah.

Jadi, jika seseorang kebetulan terserap dalam suatu permainan catur, ia tidak akan ingat makan meskipun berulang kali dipanggil. Dan makin tinggi pengetahuan kita makin besarlah kegembiraankita akan dia. Misalnya, kita akan lebih merasa senang mengetahui rahasia-rahasia seorang raja daripada rahasia-rahasia seorang wazir.

sumber : Kimyatusy Sya'adah (The Alchemy of Happiness) Al-Ghazali, terjemahan Haidar Bagir
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement