REPUBLIKA.CO.ID, KORNITSA -- Sudah hampir empat dekade peluru itu bersarang di lengan Ibrahim Byalk (64 tahun). Peluru itu seperti menjadi pengingat bagi Byalk atas kenangan pahit rezim komunis di sebuah desa yang tenang di selatan Bulgaria.
"Terkadang sakit jika saya menggerakkan lengan saya tapi itu tidak seberapa dibandingkan rasa sakit di benak saya," katanya sambil melempar pandangan ke alun-alun di mana ia ditembak pada 28 Maret 1973 seperti dikutip dari AP, Selasa (3/4).
Pada hari itu, polisi dan tentara menyerbu desa dan menembaki ratusan orang yang berkumpul di alun-alun. Massa berkumpul memprotes kebijakan rezim komunis yang memaksa muslim Bulgaria memakai nama nonmuslim dan memecah belah komunitas di sana.
Serangan brutal tersebut menewaskan lima orang. Lebih dari 100 orang terluka. Lebih dari 70 keluarga, termasuk keluarga Byalk dipaksa meninggalkan rumah mereka dan tinggal di desa terpencil. Pekan lalu, para penduduk desa dengan menggunakan pakaian tradisional berwarna-warni berkumpul dan mengangkat tangan memanjatkan doa bagi para korban. "Yang kami inginkan hanyalah tetap menggunakan nama dan menjalankan keyakinan kami," ujar Byalk.
Tragedi di Kornitsa hanyalah salah satu rahasia gelap rezim komunis di Bulgaria. Saat rezim jatuh pada 1989 dan hak-hak muslim Bulgaria dikembalikan, kebenaran tersebut terungkap. Seperti kebanyakan muslim lainnya, Byalk enggan mengungkapkan nama yang dipaksa gunakannya. Katanya, ia lupa. Biasanya, nama yang baru, diambil dari dua inisial pertama nama muslim.
Pemaksaan untuk mengganti nama muslim dimulai pada 1973 di Kornitsa terhadap 1.800 etnis muslim Pomak Bulgaria. Tak lama, gerakan tersebut menyebar ke seluruh negeri. Etnis Turki yang merupakan etnis muslim terbesar di Bulgaria menjadi target utama dalam program asimilasi tersebut.
Komunis juga berusaha menghapus identitas Muslim dengan berbagai cara. Mereka membatasi, kemudian menghalangi akses pendidikan. Muslim Bulgaria juga tidak memiliki hak berbicara di publik, pelarangan memakai jilbab dan sunat bagi laki-laki.
Berbagai tekanan tersebut mendekati masa kejatuhan pada 1985 ketika 310 ribu etnis Turki dipaksa mengganti nama Muslim mereka. Protes muncul dimana-mana. Pada agustus 1989, saat komunisme mulai pecah di timur Eropa, Bulgaria memaksa 360 ribu etnis Turki menyeberang ke Turki.