Rabu 21 Mar 2012 17:54 WIB

Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Pemeriksaan Diri dan Dzikir Kepada Allah (7)

Dzikir kepada Allah (ilustrasi)
Foto: blog.science.gc.ca
Dzikir kepada Allah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Disamping beberapa peringatan tentang penelitian sebelum bertindak, seseorang juga mesti dengan ketat menuntut pertanggungjawaban dirinya atas tindakan-tindakan masa lampaunya.

Setiap malam ia mesti memeriksa hatinya berkenaan dengan apa yang telah ia kerjakan, demi melihat telah beruntung ataukah merugi ia dalam modal ruhaninya. Inilah yang lebih penting, karena hati itu seperti rekanan dagang yang khianat yang selalu siap untuk menipu dan mengelabui.

Kadang-kadang ia menampakkan perasaan mementingkan-diri sendirinya dalam bentuk ketaatan kepada Allah sedemikian rupa, sehingga seseorang menyangka bahwa ia telah beruntung, padahal sebenarnya ia merugi.

Seorang wali bernama Amiya (60), menghitung hari-hari dalam hidupnya dan ia dapati bahwa hari-harinya itu berjumlah 21.600 hari. Ia berkata kepada dirinya sendiri, "Celaka aku, sekiranya aku melakukan satu dosa saja setiap harinya, bagaimana aku bisa melarikan diri dari timbunan 21.600 dosa?" Ia pun memekik dan rubuh ke tanah. Ketika orang-orang datang untuk membangunkannya, mereka dapati ia telah mati.

Tetapi sebagian besar manusia bersifat lalai dan tidak pernah berpikir untuk meminta pertanggungjawaban dirinya sendiri. Jika bagi setiap dosa yang dilakukannya, seseorang menempatkan sebutir batu di dalam sebuah rumah kosong, segera saja akan ia dapati rumah itu penuh dengan batu.

Jika malaikat pencatat menuntut upah darinya bagi pekerjaan menuliskan dosa-dosanya, maka semua uangnya akan cepat sirna. Orang menghitung biji tasbih dengan rasa puas diri setiap kali mereka selesai menyebut nama Allah, tetapi mereka tidak mempunyai tasbih untuk menghitung kata-kata sia-sia yang tak terbilang banyaknya yang telah mereka ucapkan.

Oleh karena itu, Khalifah Umar berkata, "Timbang benar-benar kata-kata dan tindakan-tindakanmu sebelum semuanya itu ditimbang pada saat pengadilan nanti."

Ia sendiri sebelum beristirahat pada setiap malamnya biasa memukul kakinya dengan disertai rasa ngeri kemudian berseru, "Apa yang telah kau lakukan hari ini?"

Abu Thalhah suatu kali shalat di sebuah kebun kurma ketika menampak seekor burung indah yang melintas menyebabkannya salah hitung jumlah sujud yang telah dilakukannya. Untuk menghukum dirinya karena kelalaiannya ini, ia memberikan kebun kormanya kepada orang lain.

Wali-wali seperti itu tahu bahwa sifat inderawi mereka cenderung untuk tersesat. Oleh karena itu, mereka mengawasi dengan ketat dan menghukumnya untuk setiap kesalahan yang dilakukannya.

sumber : Kimyatusy Sya'adah (The Alchemy of Happiness) Al-Ghazali, terjemahan Haidar Bagir
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement