Rabu 07 Mar 2012 14:01 WIB

Pendiri Mazhab: Imam Syafi'i, Ulama Pembela Sunah (3-habis)

Rep: Nidi Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Imam Syafi'i (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Imam Syafi'i (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Seperti halnya sang guru (Imam Malik), Imam Syafi'i juga memiliki minat yang besar terhadap ilmu fikih.

Meski semasa hidupnya ia disibukkan dengan melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, namun hal itu tidak menghalanginya untuk menulis banyak kitab. Kitab-kitab tersebut antara lain mengenai tafsir, fikih, adab (sastra), dan lain-lain.

Berapa jumlah kitab yang telah ditulis oleh sang ulama pencetus Mazhab Syafi’i ini, tidak ada yang menyebutkan secara pasti.

Menurut Ibnu Zulaq mencapai 200 kitab, sedangkan menurut Al-Marwaziy sebanyak 113 kitab. Sementara Yaqut Al-Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu An-Nadim dalam Al-Fahrasat.

Di antara banyak karyanya yang paling terkenal adalah Ar-Risalah, kitab yang khusus membahasa tentang ushul fikih. Di dalamnya Syafi’i menguraikan dengan jelas cara-cara mengambil dan menetapkan (istinbat) hukum. Kitab ini merupakan buku pertama yang ditulis ulama dalam bidang ushul fikih, Sampai sekarang buku ini tetap menjadi rujukan standar dalam bidang ushul fikih

Karya kedua Imam Syafi’i adalah kitab Al-Umm, sebuah kitab fikih yang komprehensif. Kitab Al-Umm yang ada saat ini terdiri atas tujuh jilid dan mencakup isi beberapa kitab Syafi’i yang lain seperti Siyar al-Ausa’i, Jima’ al-‘Ilm, Ibtat al-Istihsan, dan Ar-Radd ‘Ala Muhammad ibn Hasan.

Karya lainnya kitab Al-Musnad, berisi tentang hadits-hadits Nabi SAW yang dihimpun dari kitab Al-Umm. Dalam kitab ini dijelaskan keadaan sanad setiap hadits. Kitab Al-Hadits, suatu kitab hadits yang menguraikan pendapat Syafi’i mengenai perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam hadits.

Selain kitab yang ditulis sendiri oleh Imam Syafi’i, terdapat juga buku-buku yang memuat ide-ide dan pikiran-pikiran sang ulama tetapi ditulis oleh murid-muridnya, seperti kitab Al-Fiqh, Al-Kabir, Al-Mukhtasar As-Sagir, dan Al-Fara’id.

Dalam pandangan Imam Syafi’i, hadits mempunyai kedudukan yang begitu tinggi. Ia sangat mengutamakan sunah Nabi SAW dalam melandasi pendapat-pendapat dan hasil ijtihadnya. Karena itu ia digelari Nashir As-Sunnah (pembela sunah atau hadits).

Bahkan seorang ulama besar, Abdul Halim Al-Jundi, menulis sebuah buku dengan judul "Imam Syafi’i, Pembela Sunah dan Peletak Dasar Ilmu Ushul Fikih". Di dalamnya diuraikan  secara rinci bagaimana sikap dan pembelaan Syafi’i terhadap sunah. 

Karena sangat mengutamakan sunah, Syafi’i menjadi sangat berhati-hati dalam menggunakan qiyas. Menurutnya, qiyas hanya dapat digunakan dalam keadaan terpaksa (darurat), yaitu dalam masalah muamalah (kemasyarakatan) yang tidak didapati teksnya (nashnya) secara pasti dan jelas di dalam Alquran atau hadits sahih, atau tidak dijumpai pada ijmak para sahabat. Dalam penggunaan qiyas, Syafi’i menegaskan harus diperhatikan nash-nash Alquran dan sunah yang telah ada.

Dalam mengambil dan menetapkan suatu hukum, Syafi’i memakai lima landasan, yaitu Alquran, sunah, ijmak, qiyas, dan istidlal (penalaran). Kelima landasan inilah yang kemudian dikenal sebagai dasar-dasar Mazhab Imam Syafi’i. Mazhab Syafi’i ini menjadi acuan di kalangan Ahlus Sunah wal Jamaah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement