REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nidia Zuraya
Piagam Madinah dianggap sebagai konstitusi negara tertulis pertama di dunia.
Gelora revolusi terus menghinggapi negara-negara Islam di Semenanjung Arab dan Maghribi. Rakyat di sejumlah negara berpenduduk Muslim di wilayah itu menuntut perubahan sistem pemerintahan dan kepemimpinan. Ada yang menginginkan demokrasi dan ada pula yang ingin kembali menerapkan sistem pemerintahan Islam.
Lalu seperti apakah sebenarnya sistem pemerintahan dalam Islam itu? Menurut Prof Ahmad Sukardja dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Ajaran, sistem pemerintahan Islam sudah dimulai pada era Rasulullah SAW. Sebagai utusan Allah SWT, Muhammad SAW bertugas menyampaikan wahyu, menyebarluaskan Islam, dan memimpin masyarakat Islam.
Pada periode Madinah, Rasulullah SAW mulai menata kehidupan bermasyarakat hingga kehidupan bernegara. Semua pemikir Muslim sepakat bahwa Madinah merupakan contoh negara Islam pertama. Kehidupan bernegara yang dibangun oleh umat Islam generasi pertama itu dimulai ketika Nabi SAW dan umat Islam hijrah ke Yatsrib – kini Madinah.
Di kota Madinah itulah lahir komunitas Islam yang bebas dan merdeka di bawah pimpinan Nabi SAW. Mereka terdiri dari kaum Muhajirin, Muslimin yang hijrah dari Makkah ke Madinah dan kaum Anshar, Muslimin penduduk asli Madinah.
Selain umat Islam, waktu itu di kota Madinah dan sekitarnya terdapat komunitas lain, yaitu kelompok Yahudi dan suku Arab yang belum memeluk Islam. Dengan banyaknya komunitas yang berbeda itu, maka masyarakata Madinah adalah masyarakat yang majemuk.
Di bawah kendali dan kepemimpinan Rasulullah SAW, umat Islam di Madinah kemudian membentuk kesatuan hidup politik di tengah masyarakat yang majemuk. Menurut Prof Sukardja, saat itu, belum ada teori politik yang dijadikan dasar dan dipraktikkan oleh Nabi SAW dan umat Islam dalam menjalankan sistem kehidupan bernegara.
‘’Yang terjadi di lapangan pada masa itu adalah praktik politik dalam bentuk perwujudan potensi dan etika politik yang terkandung dalam Alquran dan kebijaksanaan Nabi SAW. Praktik politik seperti itu dilanjutkan oleh para sahabat setelah Nabi SAW wafat,’’ paparnya.