Senin 20 Feb 2012 23:57 WIB

Aleppo, Kota Kebudayaan Islam (2-habis)

Rep: Heri Ruslan/ Red: Chairul Akhmad
Salah satu benteng tua di Aleppo.
Foto: tripadvisor.com
Salah satu benteng tua di Aleppo.

REPUBLIKA.CO.ID, Peradaban kota tua itu memasuki babak baru ketika Islam menancapkan benderanya pada 637 M. Di bawah komando Khalid bin Walid, pasukan tentara Islam berhasil memasuki Kota Aleppo melalui gerbang Antakya.

Tak sulit dan tak butuh waktu lama bagi umat Islam untuk menyebarkan bahasa Arab di Aleppo. Pasalnya, penduduk di kota itu berbahasa Assyria yang tak jauh beda dengan bahasa Arab. Semenjak jatuh ke pelukan umat Islam, Aleppo pun melalui dan mengalami masa pasang surut.

Era Kekhalifahan

Selama berada dalam kekuasaan kekhalifahan, Aleppo belum mampu mencapai masa kejayaan. Tak juga dalam era Umayyah dan Abbasiyah. Sejarah mencatat, di akhir masa kekuasaan Abbasiyah, Kota Aleppo mengalami masa kemakmuran.

Kala itu, kebudayaan, intelektual, dan peradaban berkembang begitu pesat di semua bidang. Salah satu bukti tumbuh pesatnya peradaban di bumi Aleppo ditandai dengan kemampuan orang-orang Aleppo untuk membuat pakaian yang amat bagus, serta berdirinya istana dan sejumlah masjid terkemuka di kota itu.

Pasca Khalifah

Aleppo mencapai kemasyhuran dalam sejarah bangsa Arab ketika Sayf ad-Dawla al-Hamadani menguasai kota itu. Aleppo pun kembali mencapai kemakmuran dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, dan sastra. Pada masa itu, Aleppo pun menjadi ibu kota pemerintahan.

Berkembang pesatnya peradaban turut melahirkan sejumlah penulis, sastrawan, dan ilmuwan terkemuka seperti Abu Firas Al-Hamadani dan Abu Tayyib Al-Mutanabbi. Kota Aleppo pun bertambah luas meliputi Kelikiya, Malatya, Diarbekir, Antioch, Tarsus, Mardin, dan Roum Qal’a.

Pada 353 H, Aleppo diserang imperium Romawi. Penduduk dibunuhi dan dijadikan budak, serta bangunan-bangunan dihancurkan. Saif Ad-Daulah melihat kota yang dibangunnya telah hancur. Ia lalu membangun kembali jembatan, bangunan, dan tembok yang telah porak-poranda. Dia mengundang orang-orang dari Qisrin untuk tinggal di kota itu. Setelah Saif Ad-Daulag tutup usia, selama dua abad Aleppo terperosok dalam kubangan anarki dan kekacauan.

Setelah itu, Aleppo dikuasai Dinasti Fatimiyah, Mirdassid, Turki, dan kemudian jatuh ke pangkuan Seljuk. Setelah itu, Aleppo kembali diambil alih Romawi, dan pada 1108 M diserbu pasukan Perang Salib (Crusader).

Kota yang diliputi anarki itu kembali pulih ketika Imaduddin Zengi menjadi Pangeran Aleppo. Semenjak dikuasai Pangeran Imaduddin dan anaknya Nuruddin Mahmud, Aleppo berada di bawah kekuasaan negara Nurid (523-579 H/1128 M-1260 M). Kondisi Aleppo pun mulai pulih.

Sayangnya pada 1170 M, Kota Aleppo hancur diguncang gempa bumi. Nuruddin kembali membangun kota yang telah hancur. Setelah Nuruddin wafat, Aleppo dikuasai oleh anaknya. Tampuk kekuasaan lalu beralih ke Salahuddin Al-Ayyubi, dan kemudian berpindah ke tangan Raja Al-Zahir Ghazi, seorang raja yang hebat dan reformis.

Aleppo kembali mencapai kejayaannya pada era Dinasti Ayyubiyah (579-659 H/1183 M-1260 M). Salah satu raja yang tersohor waktu itu bernama Ghazi ibnu Salah Ad-Din. Dia melindungi Aleppo dan kembali membuat nama Aleppo harum dan disegani. Era keemasan itu berakhir pada 1260 M, ketika bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan menghancurkan Aleppo.

Pada 1400 M, Mongol terusir dari Aleppo setelah ditaklukkan Dinasti Mamluk. Raja Ashraf Saifuddin Qalawun kembali membangun Kota Allepo. Setahun kemudian, Aleppo lagi-lagi diserang Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk. Mamluk kembali menguasai Aleppo dan memulihkan lagi kota segala peradaban itu.

Di era kekuasaan Sultan Qaitibay, di Aleppo dibangun Masjid Firdaus dan Khan Saboun. Kekuasaan Mamluk berakhir pada 922 H /1516 M. Setelah itu, Aleppo dikuasai kerajaan Usmani Turki (922-1337 H/- 1516-1918 M). Kota itu juga sempat diduduki tentara Prancis hingga 1946. Sejak itu, Aleppo menjadi salah satu provinsi di Suriah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement