Jumat 10 Feb 2012 17:05 WIB

Mujahidah: Aisyah binti Abu Bakar, Sang Pendamping Rasulullah (3-habis)

Rep: c81/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Kamar Aisyah lebih banyak berfungsi sebagai sekolah, yang murid-muridnya berdatangan dari segala penjuru untuk menuntut ilmu.

Bagi murid yang bukan mahramnya, Aisyah senantiasa membentangkan kain hijab di antara mereka. Aisyah tidak pernah mempermudah hukum kecuali jika sudah jelas dalilnya dari Alquran dan Sunnah.

Pasalnya, Aisyah pun memiliki kesempatan untuk bertanya langsung kepada Rasulullah jika menemukan sesuatu yang belum dia pahami tentang suatu ayat.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dia memperoleh ilmu langsung dari Rasulullah sebagaimana ungkapannya ini, "Aisyah termasuk wanita yang banyak menghapalkan hadits-hadits Nabi SAW. Sehingga para ahli hadits menempatkan dirinya pada urutan kelima dari para penghapal hadits setelah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik, dan Ibnu Abbas."

Aisyah memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki siapa pun, yaitu meriwayatkan hadits yang langsung dia peroleh dan Rasulullah dan menghapalkannya di rumah. Karena itu, sering dia meriwayatkan hadits yang tidak pernah diriwayatkan oleh perawi hadits lain.

Para sahabat penghapal hadits sering mengunjungi rumah Aisyah untuk langsung memperoleh hadits Rasulullah karena kualitas kebenarannya sangat terjamin. Jika berselisih pendapat tentang suatu masalah, tidak segan-segan mereka meminta penyelesaian dari Aisyah.

Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, anak saudara laki-laki Aisyah, mengatakan bahwa pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, Aisyah menjadi penasihat pemerintah hingga wafat.

Aisyah dikenal sebagai perawi hadits yang mengistinbath hukum sendiri ketika kejelasan hukumnya tidak ditemukan dalam Alquran dan hadits lain. Dalam hal ini, Abu Salamah berkata, "Aku tidak pernah melihat seorang yang lebih mengetahui Sunnah Rasulullah, lebih benar pendapatnya jika dia berpendapat, lebih mengetahui bagaimana Alquran turun, serta lebih mengenal kewajibannya selain Aisyah."

Rasulullah Wafat dan Dikuburkan di Kamarnya

Bagi Aisyah, menetapnya Rasulullah selama sakit di kamarnya merupakan kehormatan yang sangat besar karena dia dapat merawat beliau hingga akhir hayat. Rasulullah SAW dikuburkan di kamar Aisyah, tepat di tempat beliau wafat.

Sementara itu, dalam tidurnya, Aisyah melihat tiga buah bulan jatuh ke kamarnya. Ketika dia memberitahukan hal itu kepada ayahnya, Abu Bakar berkata, "Jika yang engkau lihat itu benar, maka di rumahmu akan dikuburkan tiga orang yang paling mulia di muka bumi."

Ketika Rasulullah wafat, Abu Bakar berkata, "Beliau adalah orang yang paling mulia di antara ketiga bulanmu." Ternyata, Abu Bakar dan Umar dikubur di rumah Aisyah.

Setelah Rasulullah wafat, Aisyah senantiasa dihadapkan pada cobaan yang sangat berat. Namun dia menghadapinya dengan hati yang sabar, penuh kerelaan terhadap takdir Allah, dan selalu berdiam diri di dalam rumah semata-mata untuk taat kepada Allah.

Allah SWT berfirman, "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah berrnaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih- bersihnya." (QS. Al-Ahzab:33).

Dalam hidupnya yang penuh dengan jihad, Aisyah wafat pada usia 66 tahun, bertepatan dengan bulan Ramadhan, tahun ke-58 hijriah, dan dikuburkan di Baqi'. Kehidupan Aisyah penuh kemuliaan, kezuhudan, ketawadhuan, pengabdian sepenuhnya kepada Rasulullah, selalu beribadah, serta senantiasa melaksanakan shalat malam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement