Jumat 10 Feb 2012 16:57 WIB

Mujahidah: Aisyah binti Abu Bakar, Sang Pendamping Rasulullah (2)

Rep: c81/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Dengan kesederhanaannya, Aisyah juga menghabiskan hari-harinya dengan ibadah kepada Allah, seperti berpuasa Daud. Kesederhanaan juga tampak ketika kaum Muslimin mendapatkan kekayaan dunia, dan Aisyah mendapatkan 100 ribu dirham. Saat itu Aisyah berpuasa, tetapi uang itu semua disedekahkan tanpa disisakan sedikit pun.

Pembantu wanitanya mengingatkan Aisyah. "Tentunya dengan uang itu anda bisa membeli daging satu dirham buat berbuka," kata sang pembantu.

Aisyah menjawab, "Andai kamu mengatakannya tadi, tentu kuperbuat."

Begitulah, Aisyah tidak gelisah dengan kefakiran dan tidak menyalahgunakan kekayaan demi kezuhudan.

Aisyah Kecil

Aisyah adalah putri Abdullah bin Quhafah bin Amir bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Tamim bin Marrah bin Ka'ab bin Luay, yang lebih dikenal dengan nama Abu Bakar Ash-Shiddiq dan berasal dari suku Quraisy At-Taimiyah Al-Makkiyah. Ayahnya adalah Ash-Shiddiq dan orang pertama yang memercayai Rasulullah ketika terjadi Isra' Mi'raj, saat orang-orang tidak memercayainya.

Menurut riwayat, ibunya bernama Ummu Ruman. Akan tetapi, riwayat-riwayat lain mengatakan bahwa ibunya adalah Zainab atau Wa'id binti Amir bin Uwaimir bin Abdi Syams. Aisyah pun digolongkan sebagai wanita pertama yang masuk Islam, sebagaimana perkataannya, "Sebelum aku berakal, kedua orang tuaku sudah menganut Islam."

Ummu Ruman memberikan dua orang anak kepada Abu Bakar, yaitu Abdurrahman dan Aisyah. Anak Iainnya, yaitu Abdullah dan Asma, berasal dan Qatlah binti Abdul Uzza, istri pertama yang dia nikahi pada masa jahiliyah.

Ketika masuk Islam, Abu Bakar menikahi Asma binti Umais yang kemudian melahirkan Muhammad, juga menikahi Habibah binti Kharijah yang melahirkan Ummu Kultsum. Aisyah dilahirkan empat tahun sesudah Nabi diutus menjadi Rasul.

Ketika dakwah Islam dihambat oleh orang-orang musyrik, Aisyah melihat bahwa ayahnya menanggung beban yang sangat besar. Semasa kecil dia bermain-main dengan lincah, dan ketika dinikahi Rasulullah, usianya belum genap sepuluh tahun. Dalam sebagian besar riwayat disebutkan bahwa Rasulullah membiarkannya bermain-main dengan teman-temannya.

Aisyah tinggal di kamar yang berdampingan dengan Masjid Nabawi. Di kamar itulah wahyu banyak turun, sehingga kamar itu disebut juga sebagai tempat turunnya wahyu. Di hati Rasulullah, kedudukan Aisyah sangat istimewa, dan itu tidak dialami oleh istri-istri beliau yang lain. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dikatakan, "Cinta pertama yang terjadi di dalam Islam adalah cintanya Rasulullah kepada Aisyah."

Hadist yang Diriwayatkan Aisyah

Aisyah memiliki wawasan ilmu yang luas serta menguasai masalah-masalah keagamaan, baik yang dikaji dari Alquran, hadits-hadits Nabi, maupun ilmi fikih. Tentang masalah ilmu-ilmu yang dimiliki Aisyah ini, di dalam Almustadrak, Alhakim mengatakan, bahwa sepertiga dari hukum-hukum syariat dinukil dan Aisyah.

Abu Musa Al-Asy'ari mengatakan, setiap kali kami menemukan kesulitan, kami temukan kemudahannya pada Aisyah. Para sahabat sering meminta pendapat jika menemukan masalah yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri. Aisyah pun sering mengoreksi ayat, hadits, dan hukum yang keliru diberlakukan untuk kemudian dijelaskan kembali maksud yang sebenarnya.

Salah satu contoh adalah perkataan yang diungkapkan oleh Abu Hurairah. Ketika itu, Abu Hurairah merujuk hadits yang diriwayatkan oleh Fadhi ibnu Abbas, bahwa barangsiapa yang masih dalam keadaan junub pada terbit fajar, maka dia dilarang berpuasa.

Ketika Abu Hurairah bertanya kepada Aisyah, Aisyah menjawab, "Rasulullah pernah junub (pada waktu fajar) bukan karena mimpi, kemudian beliau meneruskan puasanya." Setelah mengetahui hal itu, Abu Hurairah berkata, "Dia lebih mengetahui tentang keluarnya hadits tersebut."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement