Senin 06 Feb 2012 06:53 WIB

Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Pengetahuan tentang Diri (5)

Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Kesalahan dari jenis lain, berlawanan dengan itu, dibuat oleh orang-orang yang dangkal yang—dengan menggemakan beberapa ungkapan yang mereka tangkap dari guru-guru Sufi—ke sana kemari menyebarkan kutukan terhadap semua pengetahuan.

Ia bagaikan seseorang yang tidak cakap di bidang kimia menyebarkan ucapan, "Kimia lebih baik dari emas," dan menolak emas ketika ditawarkan kepadanya. Kimia memang lebih baik dari emas, tapi para ahli kimia sejati amatlah langka, demikian pula sufi-sufi sejati.

Seseorang yang hanya memiliki pengetahuan yang dangkal tentang tasawuf, tidak lebih unggul daripada seorang yang terpelajar. Demikian pula seseorang yang baru mencoba beberapa percobaan kimia, tidak punya alasan untuk merendahkan seorang kaya.

Setiap orang yang mengkaji persoalan ini akan melihat bahwa kebahagiaan memang terkait dengan pengetahuan tentang Tuhan. Tiap fakultas dalam diri kita senang dengan segala sesuatu yang untuknya ia diciptakan. Syahwat senang memuasi nafsu, kemarahan senang membalas dendam, mata senang melihat obyek-obyek yang indah, dan telinga senang mendengar suara-suara yang selaras.

Fungsi tertinggi jiwa manusia adalah pencerapan kebenaran, karena itu dalam mencerap kebenaran tersebut ia mendapatkan kesenangan tersendiri. Bahkan soal-soal remeh, seperti mempelajari catur, juga mengandung kebaikan. Dan makin tinggi materi subyek pengetahuan didapatnya, makin besarlah kesenangannya. Seseorang akan senang jika dipercayai untuk jabatan Perdana Menteri, tetapi betapa lebih senangnya ia jika sang raja sedemikian akrab dengannya sehingga membukakan soal-soal rahasia baginya.

Seorang ahli astronomi yang dengan pengetahuannya bisa memetakan bintang-bintang dan menguraikan lintasan-lintasannya, mereguk lebih banyak kenikmatan dari pengetahuannya dibanding seorang pemain catur. Setelah mengetahui bahwa tak ada sesuatu yang lebih tinggi dari Allah, maka betapa akan besarnya kebahagiaan yang memancar dari pengetahuan sejati tentang-Nya itu!

Orang yang telah kehilangan keinginan akan pengetahuan seperti ini adalah bagaikan seorang yang telah kehilangan seleranya terhadap makanan sehat, atau yang untuk hidupnya lebih menyukai makan lempung daripada roti. Semua nafsu badani musnah pada saat kematian bersamaan dengan kematian organ-organ yang biasa diperalat nafsu-nafsu tersebut. Tetapi jiwa tidak. Ia simpan segala pengetahuan tentang Tuhan yang dimilikinya, malah menambahnya.

Suatu bagian penting dari pengetahuan kita tentang Tuhan timbul dari kajian dan renungan atas jasad kita sendiri yang menampakkan pada kita kebijaksanaan, kekuasaan, serta cinta Sang Pencipta. Dengan kekuasan-Nya, Ia bangun kerangka tubuh manusia yang luar biasa dari hanya suatu tetesan belaka.

Kebijakan-Nya terungkapkan di dalam kerumitan jasad kita serta kemampuan bagian-bagiannya untuk saling menyesuaikan. Ia perlihatkan cinta-Nya dengan memberikan lebih dari sekadar organ-organ yang memang mutlak perlu bagi eksistensi—seperti hati, jantung dan otak—tetapi juga yang tidak mutlak perlu seperti tangan, kaki, lidah dan mata. Kepada semuanya ini telah Ia tambahkan sebagai hiasan hitamnya rambut, merahnya bibir dan melengkungnya bulu mata.

sumber : Kimyatusy Sya'adah (The Alchemy of Happiness) Al-Ghazali, terjemahan Haidar Bagir, terbitan Mizan.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement