Sejarah Keislaman Maladewa
Salah satu situs resmi Maladewa menyebutkan negara tersebut menjadi negara Islam pada tahun 1153 Masehi. Sebelumnya, Maladewa merupakan negara Budha.
Menurut legenda, adalah seorang Muslim Sunni dari Maghrib (Afrika Utara), tepatnya Maroko, yang membawa Islam ke Maladewa. Sang Muslim pembawa syiar yang juga seorang hafidz, Abul Barakat Yoosuf Al Barbary, tiba di Kota Malé (sekarang ibukota Maladewa) dan menetap di sana untuk menyebarkan Islam.
Legenda tersebut didasarkan pada kisah seorang musafir Muslim Berber asal Maroko, Abu Abdullah Muhammad Ibn Batuta (1304-1368), dalam catatan perjalanannya, Rihla (The Journey).
Menurut Jawaharlal Nehru dalam Glimpses of World History, Ibn Batuta adalah seorang penjelajah ulung. Ia menghabiskan 30 tahun, diantaranya untuk menjelajah Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan, bagian barat Eropa Timur, Timur Tengah, Asia Selatan, dan bagian timur Cina. Ibn Batuta juga dikenal sebagai Shams ad-Din (A.S. Chughtai, 1990 dalam Ibn Battuta – The Great Traveler).
Selanjutnya, menurut Thangeehu Kurevunu Dhivehi Raajjeyge Thaareekhuge Thanthankolhu (Kutipan-kutipan dari Sejarah Maladewa yang telah diteliti), Abul Barakat berhasil mengislamkan Maladewa setelah melalui perjuangan yang panjang dan rumit. Upaya pertamanya gagal sebelum akhirnya ia memilih mngenalkan syiar Islam di kalangan kerajaan. Karenanya, orang pertama yang memeluk Islam kala itu adalah sang raja, Sri Tribuvana Aditiya, yang kemudian diikuti istri dan anak-anaknya.
Setelah memeluk Islam, raja mengadopsi sebuah nama Islam, yakni Muhammed Ibn Abdulla. Raja (kemudian diganti menjadi sultan) yang telah memimpin sejak 1138 M itu lalu mengirimkan misionaris-misionaris Islam ke berbagai penjuru Maladewa untuk menyebarkan Islam.
Setelah penduduk Maladewa memeluk Islam, candi-candi serta patung-patung Budha dihancurkan. Penggalian arkeologi yang dilakukan dalam abad ini membenarkan fakta mengenai keberadaan candi-candi tersebut selama abad ke-12 Masehi.
Masih menurut legenda yang sama, Sultan Muhammed Ibn Abdulla-lah yang menugaskan pembangunan Masjid Dharumavantha Rasgefaanu Miskiiy (diadopsi dari kata “mosque”), termasuk juga cikal bakal pembangunan Hukuru Miskiiy pertama yang kini dikenal pula dengan nama Friday Mosque. Dan Abul Barakat sang pembawa Islam diminta menetap di Maladewa untuk mengajarkan Islam kepada penduduk di sana.
Abul Barakat pada akhirnya meninggal, masih dalam masa kekuasaan Sultan Muhammed Ibn Abdulla. Menurut sejarawan Hassan Thaajuddheen seperti dikutip maldivesstory.com.mv, Abul Barakat dimakamkan di Medhuziyaaraiy di Kota Malé. Medhuziyaaraiy kini menjadi salah satu situs suci yang terletak di samping istana kepresidenan dan menjadi daya tarik wisata di Maladewa. Dalam bahasa Dhivehi, “medhu” berarti pusat atau tengah, sedangkan “ziyaaraiy” berarti makam.