REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menyikapi dampak perubahan iklim, sejumlah organisasi massa (ormas) di Indonesia telah menunjukkan peran aktif dalam penanggulangan bencana. Keberadaan mereka dinilai strategis dalam membantu pemerintah.
Untuk memaksimalkan peran itu, ormas-ormas tersebut telah memiliki badan atau lembaga yang secara khusus menangani berbagai bencana. Seperti disampaikan Sekjen Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Muhammad Rudi, ormas tersebut memiliki tim tanggap bencana. “Tanggap ambulans, tanggap pengungsi, serta tanggap medis,” jelasnya.
Aksi-aksi penanggulangan bencana tersebut, kata Rudi, dilakukan dengan membidik langsung lokasi bencana dan memberikan bantuan sesuai kebutuhan para korban. Hal itu dimudahkan oleh keberadaan pengurus organisasi yang berada di tingkat cabang. “Aksi lebih cepat sampai ke sasaran.”
Senada, Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) PP Muhammadiyah, Budi Setiawan, mengatakan ormas memiliki peran dan potensi yang sangat besar dalam membantu penanggulangan bencana di Tanah Air. Hal itu, menurutnya, dikarenakan ormas merupakan organisasi akar rumput yang keberadaannya sangat dekat dengan masyarakat.
Hanya saja, ia menyayangkan bahwa masih banyak di antara peran ormas tersebut yang bersifat responsif. “Yang perlu ditingkatkan adalah aksi proaktif, karena hal terpenting yang harus ada dalam masyarakat saat terjadi bencana adalah kesiapan,” katanya.
Untuk itu, ia menyarankan agar edukasi dijadikan prioritas dalam penanggulangan bencana. “Sejauh ini, masyarakat memiliki kesadaran waspada bencana yang rendah. Mereka enggan bergerak jika bencana belum terjadi,” ujarnya.
Ia mencontohkan Rencana Kontigensi (Rekon) yang telah dirintis PP Muhammadiyah sejak 2007. Pihaknya belum lama ini mengumpulkan pimpinan Muhammadiyah di seluruh daerah sepanjang Sungai Bengawan Solo. “Mereka disadarkan tentang edukasi siaga bencana bagi masyarakat. Kami menargetkan akan ada 200 kampung siaga dalam tahun ini.”
Hal itu dibenarkan ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBPI) PBNU, Avianto Muhtadi. Menurutnya, dalam hal penanggulangan bencana, ormas juga harus menjalankan fungsi mediasi dan edukasi.
Mediasi, katanya, dapat dilakukan melalui forum-forum berisi penyadaran tentang pentingnya koordinasi serta komunikasi terkait peran masing-masing elemen masyarakat. “Sementara mediasi dilakukan, masyarakat di-edukasi,” katanya.
Ia menambahkan, kesalahan cukup signifikan dalam penanganan banjir selama ini adalah memposisikan masyarakat sebagai obyek. Menurutnya, selama mereka tidak diposisikan sebagai subyek dalam penanggulangan tersebut, maka penanganan bencana menjadi tidak komprehensif. “Sampai kapan pun akan begitu-begitu saja,” ujarnya.
Budi menambahkan, kendala lainnya adalah koordinasi antar ormas itu sendiri. Tak jarang, katanya, pemberian bantuan menjadi tidak efektif dikarenakan kurangnya koordinasi. “Akhirnya malah mubazir atau tidak sesuai kebutuhan.”