REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menyarankan warga Syiah di wilayah Kecamatan Karangpenang, Sampang, Madura agar direlokasi ke tempat yang lebih aman.
"Sebaiknya penganut Syiah dilokalisir saja. Tidak bermasyarakat dengan warga lain yang berpaham beda. Dan, ini menjadi tugas pemerintah," ujar Ketua MUI Jatim, KH Abdusshomad Buchori, ketika dikonfirmasi wartawan di Surabaya, Kamis.
Kejadian pembakaran madrasah dan rumah pimpinan penganut Syiah di Kecamatan Karangpenang, Sampang, dianggap sebagai bom waktu yang meledak. Ini karena sudah sejak lama warga menginginkan agar penganut Syiah pindah.
"Mengembangkan Syiah di Madura memang berat dibandingkan dengan daerah lain. Sebab, mayoritas warga tidak menyetujuinya. Selama Syiah masih ada di sana, itu akan terus menjadi masalah," ucapnya.
Pihaknya mengimbau Syiah tidak berkembang menjadi besar di Indonesia. Sebab, mereka dikhawatirkan akan berkuasa di negeri ini. "Seperti yang terjadi di Iran. Di sana, Syiah dan Sunni sama-sama besar sehingga sering terjadi konflik," papar Shomad.
Konflik pecah antara kelompok Islam Sunni dan Syiah di Sampang. Bupati Sampang, Noer Tjahja, menyebut insiden berawal dari dendam pribadi antara pimpinan kedua kelompok. Kasusnya kemudian merembet pada masalah perbedaan paham.
Untuk menghindari amuk susulan, sekitar 150 pengikut Islam Syiah di wilayah Kecamatan Karangpenang telah diisolasi ke tempat lebih aman. Mereka mendapat penjagaan ketat tim gabungan Polres dan TNI Kodim 0828 Sampang di sebuah lokasi di Kecamatan Karangpenang.