Jumat 16 Dec 2011 17:58 WIB

Prihatin Penurunan Makna Keluarga, Muslimah HTI akan Gelar Dialog Nasional

Rep: Nuraini/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Silaturahim keluarga
Foto: corbis.com
Silaturahim keluarga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memandang i keluarga telah mengalami disfungsi dan penurunan nilai di mata masyarakat. Akibatnya, perpecahan keluarga tidak dapat dihindarkan membuat angka perceraian kian tinggi. Lantaran itu, Muslimah HTI memandang perlu langkah konstruktif konkret untuk mengembalikan fungsi keluarga.

Pandangan itu disampaikan perwakilan Muslimah HTI dalam kunjungannya ke kantor Republika, Jumat (16/12). Perwakilan Muslimah HTI diterima Wakil Pimpinan Redaksi Republika, Arys Hilman dan Wakil Redaktur Pelaksana, Syahruddin El Fikri serta sejumlah anggota redaksi. Selain menyambung tali silaturahim, Muslimah HTI menyampaikan sejumlah agenda kegiatan.

Kegiatan itu tak lepas dari peran strategis keluarga yang tengah terancam tergerus nilai-nilai liberalisme. Salah satu kegiatan yang akan digelar Muslimah HTI yakni Dialog Nasional Tokoh Perempuan Islam pada 22 Desember 2011, di Jakarta. “Kita kumpulkan tokoh perempuan yang dipandang bisa arahkan keluarga dan berperan besar untuk selamatkan keluarga dari kehancuran, “ ujarnya.

Ideologi kapitalisme dia pandang merupakan ancaman terbesar dalam keluarga. Menurut dia, saat ini nilai keluarga hanya dipandang dari sisi ekonomi. Alhasil ketika muncul ketidakcocokan, suami atau istri yang mapan secara ekonomi tidak lagi segan mengajukan cerai. Alasannya, bila bercerai, mereka toh masih mampu menyokong keuangan diri sendiri tanpa bantuan pasangan . “Akibatnya, angka perceraian tinggi dan 70 persennya merupakan gugat cerai dari pihak istri, “ ungkap dia.

Padahal, lanjut Iffah, nilai keluarga dalam Islam tidaklah seperti itu. "Bukan hanya dari faktor ekonomi," ujarnya. "Bagaimana dengan pendidikan anak?" imbuhnya.

Untuk mengembalikan kesadaran fungsi keluarga, Muslimah HTI mengundang sekitar 200 tokoh perempuan dari berbagai elemen untuk berdialog. Dari dialog itu diharapkan ada kesamaan persepsi atas tantangan, ancaman, serta langkah konstruktif untuk perbaikan keluarga. “Kami mengundang dari ulama, intelektual, hingga hakim agama. Dari agenda ini akan muncul komitmen bersama untuk menjadi langkah tindak di lapangan, “ ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement