Selasa 19 Apr 2011 18:25 WIB

Putra Pendiri NU Pembaharu Pendidikan Pesantren

KH Wahid Hasyim
KH Wahid Hasyim

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Mendiang K.H. Ahmad Wahid Hasyim, putra pendiri Nahdlatul Ulama (NU), K.H. Hasyim Asy'ari dinilai sebagai pembaharu sistem pendidikan di dunia pesantren. "Dulu, pesantren digambarkan sebagai lembaga pendidikan tradisional tanpa pengelolaan memadai," kata Rektor Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Dr. Noor Achmad, di Semarang, Selasa (19/4).

Di sela seminar 'Visi Pendidikan dan Kebangsaan K.H. Abdul Wahid Hasyim' di Unwahas Semarang itu, ia menjelaskan sistem pengajaran di pesantren ketika itu berjalan tidak teratur. Tidak ada jadwal penyelenggaraan yang tetap, kata dia, santri diperbolehkan setiap saat keluar masuk pesantren, ada yang mengaji seminggu, dua minggu, satu bulan, ada pula yang lebih.

"Usia santri yang belajar di pesantren beragam, mulai tujuh tahun, 25 tahun, ada pula yang usianya 50-60 tahun dan pola belajar pesantren saat itu juga tidak sistematis," katanya.

Namun, kata dia, ayah K.H. Abdurrahman Wahid itu memelopori pengajaran pesantren dengan model klasikal tutorial dalam bentuk kelas-kelas berjenjang yang lebih sistematis dibanding sebelumnya. "Pembelajaran di pesantren mulai diperkaya dengan diskusi dan tanya jawab dan buku rujukan tidak hanya terpaku 'kitab kuning', melainkan beragam literatur keilmuan kontemporer," katanya.

Awalnya, kata dia, K.H. Hasyim Asy'ari tidak setuju dengan putranya itu, namun mengizinkannya mendirikan Madrasah Nizhamiyah dengan kurikulum pelajaran umum sebesar 70 persen. Ia mengatakan Madrasah Nizhamiyah hanya berumur empat tahun dan ditutup saat Wahid Hasyim mulai sibuk dan harus pindah ke Jakarta, namun pemikirannya ternyata terus belanjut.

"Pada 1950, beliau melakukan reorganisasi Madrasah Tebuireng dengan pola yang kemudian menjadi standar pendidikan madrasah secara nasional, mulai madrasah ibtidaiyah (MI) hingga madrasah aliyah (MA)," kata Noor Achmad.

Direktur Dialoque Centre Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Nur Kholis Setiawan menjelaskan terobosan yang dilakukan Wahid Hasyim merupakan kesadaran tantangan zaman yang selalu berkembang. "Perubahan sosial dan peradaban merupakan keniscayaan, Wahid Hasyim menginginkan para santri dibekali dengan kesiapan wawasan dan pengetahuan untuk menghadapinya," kata Nur Kholis.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement