Rabu 24 Jan 2018 15:31 WIB

Ketua BWI Cita-citakan Terciptanya Wakaf Society

Wakaf kini sebenarnya juga dapat dimanfaatkan secara produktif.

Rep: Muhyiddin/ Red: Esthi Maharani
Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyelenggarakan Rapat Kerja di Gedung Kebon Sirih, Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (24/1). Kegiatan ini akan berlangsung dua hari pada tanggal 24-25 Januari 2018.
Foto: Muhyiddin / Republika
Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyelenggarakan Rapat Kerja di Gedung Kebon Sirih, Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (24/1). Kegiatan ini akan berlangsung dua hari pada tanggal 24-25 Januari 2018.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Selama ini, tanah wakaf yang tersebar luas di seluruh Indonesia sebagian besar hanya digunakan sebatas untuk sarana ibadah, sarana pendidikan dan kuburan. Padahal, tanah wakaf kini sebenarnya juga dapat dimanfaatkan secara produktif.

Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Mohammad Nuh mengatakan masyarakat Indonesia sebenarnya masih banyak yang belum mengenal tentang wakaf. Padahal, potensi wakaf sangat besar di Indomesia. Karena itu, kata dia, BWI depannya ingin menciptakan wakaf society atau masyarakat wakaf.

"Jadi yang kami cita-citakan itu kami ingin membentuk wakaf society. Jadi masyarakat wakaf. Caranya apa? Caranya harus ada semacam demam wakaf gitu," ujarnya saat ditemui Republika.co.id di sela-sela kegiatan rapat kerja BWI di Gedung Kebon Sirih, Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (24/1).

photo
Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyelenggarakan Rapat Kerja di Gedung Kebon Sirih, Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (24/1). Kegiatan ini akan berlangsung dua hari pada tanggal 24-25 Januari 2018.

Mantan Mendikbud ini menuturkan, selama ini di dalam kurikulum pendidikan Indonesia juga sangat sedikit sekali yang menjelaskan tentang wakaf. Menurut dia, di buku pelajaran agama yang ada saat ini hanya banyak ditemui tentang zakat ataupun haji, sehingga kesadaran masyarakat untuk wakaf belum muncul.

Karena itu, menurut dia, BWI nantinya juga akan bekerjasama dengan Kementerian Agama untuk memasukkan materi wakaf dalam kurikukum pendidikan. "Tidak hanya dengan Kemenag dan Kemendikbud. Dengan BI juga akan kerjasama, kiai juga, di pondok pun juga. Karena di Pondok pun wakaf juga pelajaran tentang wakaf masih kecil," ucapnya.

Namun, Ia mengatakan bahwa untuk menciptakan masyarakat wakaf sebenarnya tidak cukup dengan hanya memasukkan wakaf dalam kurikulum pendidikan, sehingh perlu dipraktekkan kepada siswa di sekolah.

Ia mencontohkan, dalam setiap Jumat misalnya para siswa bisa diajak untuk melakukan wakaf uang sebesar Rp 1.000 sampai Rp 10.000. Kemudian, uang itu dikelola dan bisa dimanfaatkan untuk kantin sekolah.

"Jadi kantin itu dibiayai dari wakaf anak-anak itu, sehingga anak-anak itu kalau beli makanan di situ itu sama dengan menghidupkan perputaran perwakafan itu. Demikian seterusnya," katanya.

Jadi, tambah dia, pola pikir masyarakat tentang wakaf harus mulai diajarkan sejak dini, sehingga ke depannya masyarakat lebih sadar akan potensi wakaf di Indonesia. "Harus diubah mindsetnya, saya setuju. karena kita ingin membentuk tadi itu, masyarakat wakaf atau wakaf society," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement