Senin 30 Jul 2012 07:37 WIB

Mujahidah: Fatimah binti Ubaidillah, Ibunda Imam Syafi'i (1)

Rep: Susie Evidia/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Ketokohan dan kepakaran Imam Syafi'i tersohor seantero dunia. Ia adalah pendiri mazhab fikih dan ahli di segala bidang keilmuan. Karya-karyanya diakui dan menjadi rujukan utama.

Kehebatan sang tokoh tak terlepas dari peran ibunda, Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah. Nasab ke suku Al-Azd di Yaman, seperti dikuatkan oleh Al-Baihaqi.

Sedangkan menurut sejarawan lain, Fatimah adalah Ahlul Bait. Keturunan Rasulullah SAW dari jalur Ubaidillah bin Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib.

Ia adalah madrasah pertama bagi Syafi'i. Sejak berumur dua tahun, Fatimah terpaksa harus membesarkan buah hatinya itu sendirian. Ini lantaran sang suami, Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi'i, meninggal di Gaza.

Fatimah dikenal cerdas. Ia adalah sosok yang tegar dan tidak pernah mengeluh. Ketika suaminya wafat, tak sedikit pun harta ia warisi. Dengan kondisi serbakekurangan, ia berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi anak semata wayangnya itu. Keinginannya satu, kelak buah hatinya tersebut menjadi figur hebat dan bermanfaat bagi semua.

Mereka pun berpindah ke Makkah. Kota suci itu dipilih agar Fatimah bisa mempertemukan Syafi'i dengan keluarga besarnya dari Suku Quraisy.

Syafi'i menuturkan, langkah ini ditempuh ibundanya karena ia khawatir hidup Syafi'i sia-sia. “Ibuku ingin agar aku seperti keluarga di Makkah. Ibuku takut aku kehilangan nama besar keluargaku bila tetap tinggal dan besar di luar Makkah.”

Tak hanya itu, Fatimah ingin anaknya belajar bahasa Arab langsung dari Suku Hudzail. Konon kabilah ini terkenal dengan kefasihan bahasa. Ajaran ini kelak membekas. Imam Syafi'i bukan hanya dikenal sebagai ahli fikih, melainkan pakar seni sastra dengan kumpulan puisi gubahannya.

Imam Asymal (pakar bahasa Arab) berkata, “Aku membaca syair-syair dari Suku Hudzail di depan pemuda dari Quraisy yang bernama Muhammad bin Idris (nama Imam Syafi'i).” Selain bahasa, di Makkah banyak betaburan guru-guru agama.

Miskin

Di Makkah, Fatimah tinggal bersama Syafi'i kecil di Kampung Al-Khaif. Nasab boleh tinggi dan terhormat, tetapi taraf ekonomi mereka di level bawah. Syafi'i menuturkan sendiri tentang kondisi ibunya yang miskin.

“Aku tumbuh sebagai seorang anak yatim di bawah asuhan ibuku, dan tidak ada harta pada beliau yang bisa diberikan kepada guruku. Ketika itu guruku merasa lega apabila aku menggantikannya saat dia pergi,” kenangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement