Selasa 23 Apr 2019 15:15 WIB

Mengenal Praktik Wadiah

Wadiah adalah sesuatu yang dititipkan oleh seseorang kepada orang lain agar dijaga.

Bisnis tempat penitipan motor. (ilustrasi)
Foto: www.bisnisukm.com
Bisnis tempat penitipan motor. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Urwah bin Zubair menitipkan sejumlah harta milik Bani Mushab kepada Abu Bakar bin Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Tak lama berselang, sebagian dari harta itu terkena bencana. Urwah mengetahuinya dan menemui Abu Bakar. Ia mengatakan, "Tidak ada tanggung jawab bagimu karena kamu hanyalah seorang yang diberi kepercayaan."

Abu Bakar mersepons. Ia mengatakan tahu bahwa dia tak harus bertanggung jawab atas kejadian itu. Namun, jelas dia, tidaklah pantas baginya bila orang-orang Quraish bercerita bahwa amanat yang dititipkan kepadanya telah hilang. Lantas, Abu Bakar menjual sebagian harta miliknya dan mengganti barang titipan Urwah itu. 

Kisah Urwah dan Abu Bakar tersebut adalah praktik wadiah. Cendekiawan Muslim, Sayyid Sabiq, menjelaskan, wadiah adalah sesuatu yang dititipkan oleh seseorang kepada orang lain agar dijaga. Menitipkan dan menerima titipan hukumnya boleh. "Bagi orang yang mampu menjaga barang titipan dianjurkan menerimannya," katanya. 

Orang yang dititipi wajib menyimpan barang titipan di tempat yang layak. Kalau seseorang telah bersedia menerima harta atau barang titipan, itu merupakan amanat. Dia harus mengembalikannya dalam keadaan baik pada saat pemiliknya memintanya kembali. Rasul memerintahkan agar seseorang menunaikan setiap amanat dengan baik. 

Melalui bukunya, Fiqih Sunnah, Sabiq memaparkan, orang yang menerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang yang dititipkan itu, kecuali jika dia lalai atau berkhianat. Hadis Rasulullah yang diriwayatkan Ibnu Majah menegaskan hal itu. "Siapa yang dititipi sesuatu, dia tak berkewajiban untuk menjaminnya." Ini pula yang terjadi pada kasus Urwah dan Abu Bakar. 

Kasus lain mengungkapkan, barang titipan yang disimpan dalam kemasan hilang akibat kerusakan pada kemasan tersebut. Abu Bakar, sahabat dekat Rasulullah, memutuskan orang yang menerima titipan barang itu tak dimintai pertanggungjawaban atas kehilangan tersebut. Ibnu Taimiyah menaruh perhatian mengenai wadiah ini. Ia menyampaikan pemikirannya dalam Mukhtashar al-Fatawa.

Menurut dia, siapa yang menyimpan barang titipan bersama hartanya lantas barang titipan itu hilang namun hartanya sendiri tak ikut hilang, orang itu bertanggung jawab atas barang titipan yang dicuri itu. Dalam peristiwa yang sama, Umar bin Khattab membebankan tanggung jawab pada Anas bin Malik atas barang titipan yang diklaim hilang sedangkan hartanya tidak. 

Selain dianjurkan bagi seseorang yang merasa mampu menjaga untuk menerima barang titipan, Saleh al-Fauzan mengatakan, makruh bagi seseorang yang meyakini dirinya tak mampu namun tetap saja menerima barang titipan. Apalagi, jelas dia, barang titipan merupakan amanat yang semestinya dijaga dengan baik karena wajib dikembalikan kepada yang menitipkannya. 

Senada dengan Sayyid Sabiq, ia mengatakan, di antara hukum soal ini adalah wajibnya seseorang yang menerima barang titipan untuk menjaga titipan itu di tempat yang biasa digunakan untuk menyimpan hartanya. Dengan kata lain, barang titipan diletakkan di tempat yang layak. Ada kewajiban lainnya bagi seseorang yang menerima titipan berupa binatang ternak, yaitu memberinya makan. 

Bila akibat tak diberi makan binatang itu mati, orang yang dititipi berkewajiban menggantinya selain menanggung dosa melalaikan kebutuhan binatang yang dijaganya. Ia melanjutkan, seseorang dipercaya memegang barang titipan boleh menyerahkannya kepada mereka yang diyakini bisa menjaganya, seperti istri, pembantu, atau bendaharanya. Ia tak lagi menanggung kewajiban. 

Tapi sebaliknya, ia memikul tanggung jawab tatkala menyerahkan barang titipan kepada mereka yang tak dikenalnya. Ada pengecualian, yaitu jika dia dalam kondisi menjelang ajal atau akan bepergian. Ada kekhawatiran barang yang dibawa serta dalam perjalanan akan rusak. Ia mengatakan kecerobohan juga akan melahirkan tanggung jawab. 

Menurut Sabiq, orang yang meninggal dunia dan masih menyimpan barang titipan orang lain tapi tak ditemukan, barang itu menjadi utang yang harus dibayar dari harta warisannya. Apabila ditemukan surat pengakuan yang berisi pernyataan tentang adanya titipan tertentu, surat tersebut diterima dan dijadikan pegangan karena apa yang ditulis statusnya sama dengan pernyataan lisan.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement