Jumat 29 Mar 2019 18:00 WIB

Didin: Umat Islam Mesti Tolak RUU P-KS

Kiai Didin menilai RUU P-KS justru memberi ruang legitimasi pada LGBT dan zina

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Hasanul Rizqa
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Didin Hafinuddin (tengah)
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Didin Hafinuddin (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Muslim Prof KH Didin Hafidhuddin menanggapi polemik seputar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Menurut dia, umat Islam sudah seharusnya menolak rancangan beleid tersebut.

Sebab, lanjut dia, banyak diktum di dalam RUU itu yang berbahaya, baik dalam perspektif Islam maupun kebangsaan. Salah satu poin dalam RUU P-KS memungkinkan, suami bisa dipidana bila mengajak istrinya untuk berhubungan biologis. Bagi Kiai Didin, secara kebangsaan RUU ini seyogianya ditolak bila masyarkat ingin mempertahankan eksistensi keluarga dengan baik.

Baca Juga

"RUU P-KS ini memang seharusnya ditolak, karena memuat nilai yang sangat sekuler. Umat Islam harus merasa khawatir hal itu bisa merusak tatanan akhlak. Jadi jangan sampai RUU ini diundangkan," kata Didin Hafidhuddin saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (29/3).

Mantan ketua umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) ini berpandangan, banyak pihak yang ingin meruntuhkan keutuhan sebuah keluarga melalui sebuah legislasi. Dia mencontohkan pihak pendukung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). 

Menurut Didin, kampanye legalisasi LGBT bisa mendapat ruang kebebasan melalui RUU P-KS. Selain itu, beberapa poin dalam RUU tersebut, sepemahamannya, juga lebih mengarah pada legalisasi perzinahan.

Dengan demikian, RUU ini nantinya tidak lagi menghargai keluarga sebagai institusi sosial yang berfungsi membina akhlak yang baik serta melahirkan keturunan yang sah. Kiai Didin menilai, RUU P-KS dapat merusak norma-norma yang berlaku di tengah masyarakat Tanah Air, terutama Islam. Padahal, Islam sejatinya merupakan agama yang sangat melindungi kaum perempuan.

Dalam perspektif kebebasan berpendapat, perempuan kerap dikatakan sebagai kaum yang tertindas, termasuk dalam konteks poligami. Padahal, Kiai Didin menegaskan, Islam menetapkan aturan-aturan yang melindungi hak-hak perempuan.

"Melalui RUU P-KS ini, dimungkinkan di semua hal yang saat ini ramai diperbincangkan itu nantinya dibolehkan. Seperti halnya LGBT dan perzinahan. Jadi menurut saya tidak ada kata lain ya ditolak," tegasnya.

Sebelumnya, Majelis Ormas Islam (MOI) mendeklarasikan penolakan terhadap RUU P-KS kemarin Kamis (28/3). Ketua Presidium MOI, Mohammad Siddik, mengatakan penolakan itu didasarkan oleh keprihatinan bahwa materi dalam RUU itu dapat merusak sendi-sendi moral bangsa dan tatanan keluarga Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement