Kamis 10 Jan 2019 19:59 WIB

Mafhud MD: Indonesia Bukan Negara Agama dan Bukan Sekuler

Perdebatan dua kutub itu berakhir pada kompromi Negara Pancasila.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Prof Mahfud MD.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Prof Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Para pendiri Negara Indonesia pernah berdebat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam atau sekuler. Setelah perdebatan panjang, dua kelompok yang ingin membuat negara Islam dan sekuler memutuskan menjadikan Indonesia sebagai negara Pancasila.

Pernyataan ini disampaikan Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Prof Mahfud MD saat Dialog Kebangsaan Lintas Agama di Gedung PP Muhammadiyah, Kamis (10/1).

"Indonesia bukan negara agama, apakah pernah ada keinginan dari pemimpin kita untuk menjadikan Indonesia menjadi negara agama? Pernah," kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Prof Mahfud mengatakan, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) dulu berpikir untuk mendirikan negara Islam. Di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) KH Abdul Kahar Muzakkir dan KH Wahid Hasyim jelas ingin negara Islam.

Tapi di lain pihak ada kelompok lain, yakni Sukarno (Bung Karno). Bung Karno mengatakan tidak boleh Indonesia dijadikan negara Islam atau negara agama. 

Mahfud menyebut pada 1938, Bung Karno mengatakan Indonesia harus menjadi negara sekuler dan tidak ada hubungannya dengan agama. Bung Karno dan kelompok yang ingin membuat negara Islam berdebat.

"Terjadi pertentangan (perdebatan) itu lalu ketemulah kompromi, permufakatan itu Indonesia bukan negara agama seperti yang diinginkan Natsir (Mohammad Natsir), Muhammadiyah, dan NU tetapi juga bukan negara sekuler yang diinginkan Bung Karno, ketemunya di Negara Pancasila," ujarnya.

Mahfud menjelaskan, di negara Pancasila, semua agama dilindungi. Setiap pribadi mendapat perlindungan yang sama sesuai konstitusi. Di sinilah anak bangsa menemukan toleransi di dalam pluralitas. 

Mahfud mengingatkan, jangan bertengkar dan saling membunuh karena perbedaan. Sebab kalau Tuhan mau, Tuhan bisa menciptakan satu jenis agama dan satu jenis ras saja, tapi Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda. 

Mahfud menjelaskan, awalnya Bung Karno memang menginginkan Indonesia jadi negara sekuler. Dalam hal ini sekuler bukan berarti Bung Karno tidak Islam. Sekuler itu memisahkan urusan negara dengan agama. Kalau Bung Karno pribadi sangat Islam. 

"Barang kali lebih Islam Bung Karno dari pada kita, Bung Karno shalatnya rajin dan belajar Muhammadiyah, dia (Bung Karno) Islam banget, menjadi guru di Muhammadiyah, tapi ketika mau mendirikan negara, kata Bung Karno kita pisahkan negara dari agama itu agar Islam maju," jelas Prof Mahfud.

Ia melanjutkan, menurut Bung Karno, Islam maju kalau tidak ada hubungannya dengan negara, Islam akan majukan di luar negara. Kemudian Mohammad Natsir menyampaikan bahwa tidak benar membuat negara sekuler, ajaran Islam lengkap jadi harus mendirikan negara Islam. Tujuh tahun mereka berdebat. Kemudian berkompromi di BPUPKI, ketemulah negara Pancasila seperti sekarang ini.

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement