Ahad 12 Nov 2017 05:30 WIB

Tata Cara Menghilangkan Najis

Rep: A Syalaby Icshan/ Red: Agung Sasongko
Biasakan menjaga kebersihan, seperti mencuci tangan sebelum makan, agar terhindar dari penyakit cacingan.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Biasakan menjaga kebersihan, seperti mencuci tangan sebelum makan, agar terhindar dari penyakit cacingan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Urusan rumah tangga umumnya berada di bawah kendali seorang istri. Termasuk di antaranya memastikan agar badan, pakaian yang dikenakan, dan rumah yang ditinggali bersih dari najis. Dikutip dari kitab Bidayatul Mujtahid, para ulama membagi najis dengan empat jenis. Yakni, bangkai binatang darat yang berdarah, bangkai babi dengan alasan apa pun kematiannya, darah binatang darat baik hewan hidup atau mati, dan air kencing serta kotoran manusia.

Selain empat hal tersebut, sebagian ulama juga menganggap khamar itu najis. Di samping itu, ada beberapa ulama yang menganggap sperma adalah najis. Begitu pula dengan air kencing bayi yang masih menyusui. Sementara, sebagian ulama lain berpendapat bukan najis.

Ulama ahli fikih sepakat bahwa ada tiga yang harus dibersihkan dari najis yang tersurat di dalam Aquran. Tiga hal tersebut adalah badan, pakaian, dan tempat shalat. Untuk aturan mengenai pakaian terdapat pada QS al-Mudatsir:4, "Dan pakaianmu bersihkanlah". Para ulama berpendapat bahwa pakaian dalam ayat tersebut adalah pakaian dalam arti sebenarnya. Nabi SAW pun memerintahkan untuk mencuci pakaian yang terkena darah haid. Rasulullah pun memerintahkan untuk menuangkan air pada tempat yang terkena air kencing seorang bayi.

Untuk tempat shalat, ada perintah Nabi SAW agar menuangkan satu timba air pada lantai halaman masjid yang terkena urine seorang Arab dusun. Mengenai kebersihan badan, Rasulullah pun memerintahkan kepada kita untuk membersihkannya. "Sesungguhnya Nabi SAW menyuruh untuk (membersihkan) bagian tubuh yang terkena najis dan membasuh najis dari alat kelamin serta anus."

 

Lantas, benda apa yang dapat digunakan untuk menghilangkan najis dan sesuai dengan syariat? Kaum Muslimin sepakat bahwa air suci dan menyucikan dapat menghilangkan najis dari tiga tempat tersebut. Secara khusus, batu pun dapat membersihkan najis yang keluar dari qubul atau lubang kemaluan dan dubur atau lubang anus. Di luar itu, para ulama berbeda pendapat tentang benda cair atau benda padat yang dapat digunakan untuk menghilangkan najis.

Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, bendabenda suci bisa digunakan untuk menghilangkan benda najis. Baik benda cair maupun padat di manapun tempatnya. Berbeda dengan Mazhab Hanafi, Imam Malik dan Imam Syafii berpendapat, hanya air yang bisa menghilangkan najis. Kecuali untuk membersihkan qubul dan dubur setelah membuang kotoran yang menurut mereka, bisa digunakan dengan batu.

Tata cara menghilangkan najis, yakni mencuci, mengusap, dan menyiram. Tiga hal ini sudah diakui syariat dan ditetapkan dalam beberapa hadis shahih. Untuk menghilangkan air kencing bayi lelaki dan perempuan perlu perlakuan berbeda. Berdasarkan hadis dari Imam Abu Dawud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah, "Air kencing anak perempuan harus dibasuh dan air kencing anak laki-laki cukup disiram.' Berdasarkan hadis yang dishahihkan Imam Bukhari pun mengungkapkan, Nabi SAW pernah didatangkan seorang bayi laki-laki. Tiba-tiba, bayi itu mengompoli beliau. Nabi kemudian meminta diambilkan air untuk disusulkan kepada air kencingnya tanpa dibasuh.

Hanya, ada juga ulama yang tidak membedakan dalam membersihkan air kencing bayi lelaki dan perempuan. Mereka berpedoman pada qiyas atau analogi yang menyamakan perempuan dengan lakilaki. Sementara untuk mengusap atau menyapu agar menghilangkan najis dinilai sebagian ulama boleh dilakukan pada semua objek. Asalkan wujud najisnya dihilangkan terlebih dahulu. Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement