Ahad 17 Sep 2017 17:51 WIB

Gerakan Hemat Air di Masjid Harus Disertai Penegakan Hukum

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
 Warga sedang mengambil air wudhu saat akan menjalankan shalat di masjid Sunda Kelapa, Jakarta, Selasa (5/4). Republika/ Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Warga sedang mengambil air wudhu saat akan menjalankan shalat di masjid Sunda Kelapa, Jakarta, Selasa (5/4). Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekeringan yang melanda sebagian wilayah Indonesia, coba ditahan keparahannya dengan gerakan moral dari masjid. Hal itu dinilai perlu penguatan melalui penegakan hukum oleh pemerintah.

Soal kekeringan yang melanda, Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruqthni mengaku, sejauh ini, belum ada laporan masjid yang mengalami kekeringan. Tapi secara geografi, masjid yang akan mengalami kekeringan adalah masjid yang berada di daerah rawan kekeringan, misalnya ada wilayah Gunung Kidul di Yogyakarta dan wilayah Indonesia timur.

Selain itu, DMI sudah menggelar seminar bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan MUI untuk mengampanyekan masjid peduli lingkungan, Eco Mosque. Di sana ada bahasan ancaman krisis air. ''Acara itu digelar beberapa tahun lalu, jadi sebenarnya DMI sudah memperingatan tentang ancaman krisis air,'' kata Imam, Ahad (17/9).

Eco Mosque adalah kampanye. Tapi, umumnya masjid sudah melakukan ini. Ketentuan penggunaan dua kullah air untuk wudhu berganti dengan air mengalir melalui keran. Hanya saja, penggunaan air keran ini juga amat boros. Padahal, ketentuannya yang penting air rata menyapu bagian yang harus terkena air wudhu, tapi umat Islam masih boros dengan membasuh bagian wudhu hingga berkali-kali.

Gerakan Eco Mosque sudah ada dan DMI berharap gaung kampanye ini bisa meluas. Sudah ada maklumat di berbagai masjid agar jamaah menggunakan air seperlunya.

Sempat juga coba dieksplorasi kemungkinan kajian fikih mendalam terkait penghematan air. Karena jadi ironi kalau ajaran Islam mengajarkan penghematan air dan peduli lingkungan, namun di saat yang sama umat begitu mudah memboroskan air. Misalnya, wudhu harus dua kullah atau dua bak air. Kalau dikali jumlah umat, akan banyak air yang terbuang. DMI sudah lama memberi perhatian pada hal seperti ini.

Pada skala makro, pemerintah juga harus mendukung melalui aturan perundang-undangan yang pro lingkungan. Indonesia sudah meratifikasi protokol-protokol lingkungan termasuk Protokol Kyoto dan Paris. Tapi pembabatan hutan di Indonesia berlangsung luar biasa meski itu mengancam sumber daya air. DMI mengimbau pemerintah untuk peduli. ''Kritik masyarakat tidak kurang soal itu,'' ucap Imam.

DMI sendiri berada pada sisi kekuatan moral. Sementara wewenang penegakan hukum ada pada pemerintah. Umat Islam sempat melakukan judicial review terhadap Undang-Undang Sumber Daya Alam dan alhamdulillah dikabulkan. Sebab kekeringan seperti disengaja melalui alih fungsi lahan tidak terkendali yang memperparah krisis air dan lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement