Kamis 12 Nov 2015 15:18 WIB

Jangan Gegabah Ubah SKB Pendirian Rumah Ibadah

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Rumah ibadah (Ilustrasi)
Rumah ibadah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wacana perubahan Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri tentang pendirian rumah ibadah oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) perlu dikaji lebih dalam. Menurut Majelis Intelektual Muda Indonesia (MIUMI) pemerintah tidak perlu gegabah mengubah SKB tersebut.

Sekjen MIUMI Bachtiar Nasir mengatakan, pemerintah seharusnya tidak gegabah merubah SKB ini yang telah melibatkan banyak pihak dari berbagai majelis agama. Menurut dia, keinginan Mendagri untuk merubah SKB ini patut dipertanyakan. 

"Cara berpikirnya Mendagri, jangan hanya mendengar suara minoritas, tapi menindas mayoritas," katanya, Kamis (12/11). 

SKB tersebut merupakan kesepakatan bersama antar majelis agama dan beberapa ormas Islam terbesar di Indonesia. Dia mengatakan, mengubah SKB tersebut tentu harus penuh pertimbangan. Sebab, ada beberapa kesepakatan yang dibuat mempertimbangkan masukan dari berbagai unsur keagamaan. Bukan hanya ketika merebak konflik rumah ibadah serta merta SKB harus direvisi. 

Dia khawatir keinginan merevisi ini karena ada desakan dari pihak-pihak yang memang dari awal menginginkan perubahan SKB dua menteri ini dengan alasan konflik pendirian rumah ibadah. Bahkan, Bachtiar mencurigai ada pihak yang berusaha bermain isu dari konflik rumah ibadah yang kian marak di beberapa daerah.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo pada Selasa lalu mempertimbangkan kembali perlunya revisi SKB dua menteri, Mendagri dan Menteri Agama terkait pendirian rumah ibadah.

Menurut Tjahjo, beberapa syarat yang menjadi masalah konflik perlu dikurangi atau dihilangkan, seperti syarat persetujuan 90 orang di sekitar lokasi pendirian. Atau, cukup hanya Izin Mendirikan Bangunan yang menjadi pertimbangan penting pendirian rumah ibadah. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement