Sabtu 08 Aug 2015 15:37 WIB

Mahfud MD: Muktamar NU Proses Politik, Kalau ke Pengadilan Sulit Menang

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD.
Foto: Republika/Wihdan H
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan Muktamar NU ke-33 di Jombang pada awal bulan ini menyisakan masalah. Meski Said Aqil Siradj sudah terpilih menjadi ketua umum PBNU periode 2015-2020, namun hasil muktamar tersebut tidak diakui kubu Hasyim Muzadi dan Salahuddin Wahid.

Tidak sedikit PCNU dan PWNU yang mempertanyakan legalitas kemenangan Said Aqil. Bahkan, Hasyim yang tidak puas berupaya untuk menggugat hal itu ke pengadilan.

Kader NU yang juga mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyarankan agar kubu yang kalah bisa legawa. Menurut dia, pelaksanaan muktamar itu tidak bisa dibawa ke ranah hukum. "Menurut saya, muktamar itu tak boleh dipahami sebagai proses hukum, itu proses silaturahim yang juga berwarna proses politik. Hasil itu harus diterima sebagai fakta," ujar Mahfud di Jakarta, Sabtu (8/8).

Mahfud bukan memihak salah satu kubu. Mahfud pun menyatakan, KH Ma'ruf Amin sebagai rais aam maupun Said Aqil sebagai ketum PBNU merupakan figur yang sudah diketahui rekam jejaknya.

Hanya saja, ia menyarankan agar kedua kubu untuk bersatu kembali membesarkan NU demi kemaslahatan umat. Kalau memang ada upaya membawa hasil Muktamar NU ke ranah hukum, ia sangsi hasilnya bisa dikabulkan hakim.

"Kalau menggugat ke pengadilan, sulit menang. Mau muktamar ulang? Kalau satunya gak mau gimana? Lha muktamar sudah selesai. Diterima saja hasilnya," kata menteri pertahanan era presiden Gus Dur tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement