Selasa 20 Nov 2018 22:45 WIB

Jusuf Kalla Dianugerahi Muhammadiyah Award

Penganugerahan itu sebagai wujud penghargaan tertinggi atas dedikasinya.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kiri) menerima penghargaan Muhammadiyah Award dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (kanan) pada acara Milad Muhammadiyah ke-106 di Pura Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah, Ahad (18/11).
Foto: Antara
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kiri) menerima penghargaan Muhammadiyah Award dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (kanan) pada acara Milad Muhammadiyah ke-106 di Pura Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah, Ahad (18/11).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Muhammadiyah memperingati 106 tahun miladnya. Dalam momentum itu, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah secara khusus menganugerahkan Muhammadiyah Award kepada Wakil Presiden HM Muhammad Jusuf Kalla. Ketua Umum PP Muhammadiyah,  Haedar Nashir mengatakan, penganugerahan itu sebagai wujud penghargaan tertinggi atas dedikasinya. Utamanya, dalam bidang perdamaian dan kemanusiaan.

Ia berpendapat, Jusuf Kalla telah menggoreskan sejumlah kepeloporan dan kiprah nyata dalam merekat integrasi nasional. Tujuannya, tidak lain untuk tegaknya perdamaian dan nilai-nilai kemanusiaan.

Itu dapat dilihat di Aceh, Poso sampai Ambon yang sangat berarti bagi keutuhan dan persatuan Indonesia. Sosok yang dua periode menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia itu turut dikenal sebagai saudagar Muslim yang tangguh. "Dan banyak berjasa bagi kepentingan merekat ukhuwah dan kemajuan umat Islam," kata Haedar, Ahad (18/11) lalu.

Jasa merekat ukhuwah elemen bangsa itu tentu sejalan dengan semangat yang sejak awal berdiri diusung Muhammadiyah. Hal itu pula yang diusung tema milad Ta'awun untuk Negeri pada resepsi milad ke-106 tahun ini.

Haedar menerangkan, pesan itu digelorakan ke seluruh persada Tanah Air sebagai respons dan komitmen Muhammadiyah terhadap dua situasi yang baru saja dihadapi bangsa belakangan ini. Dua peristiwa itu adalah duka di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah.

Pesan utamanya tidak lain agar semua tergerak untuk peduli dan berbagi dalam meringankan beban saudara sebangsa atas musibah yang terjadi. Seraya, bergerak bersama agar mereka bangkit dan menjalani kehidupan dengan baik dan lebih maju.

Selain itu, semangat kepedulian yang dibawa tentu tepat untuk situasi nasional pada tahun politik. Sebab, sedikit atau banyak menunjukkan egoisme kelompok dan gesekan sosial-politik satu sama lain.

Haedar mengingatkan, konstentasi politik wajar dengan dinamika persaingan dan perebutan kepentingan. Namun, saat itu semua tidak terkelola dengan baik atau dibiarkan serba bebas, tentu dapat memicu konflik dan retak sosial.

Bahkan, keretakan sosial itu menghadapkan sesama anak bangsa sebagai musuh. Karenanya, penting landasan nilai ta'awun untuk saling peduli dan berbagi, layaknya satu tubuh di keluarga bangsa. "Perbedaan politik tetap diikat rasa bersaudara dan tidak menyuburkan suasana permusuhan yang merugikan kehidupan berbangsa," ujar Haedar. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement