Ahad 04 Nov 2018 00:02 WIB

Menag: Hindari Benturkan Agama dengan Keragaman Budaya

Agama dan budaya telah mewariskan nilai, norma, dan etika yang mempersatukan.

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Ratna Puspita
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
Foto: Republika TV/Fian Firatmaja
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengimbau agar menghindari sikap membenturkan nilai dan norma agama dengan keragaman budaya Indonesia. Ia mengatakan dalam konteks berbangsa dan bernegara, budaya dan agama tidak perlu dipertentangkan.

Ia menjelaskan pengembangan budaya di Indonesia sudah seharusnya menghargai nilai-nilai prinsipil dalam agama. "Demikian sebaliknya, pengembangan agama juga harus tidak semestinya menghancurkan  keragaman budaya, tradisi, adat isitiadat di Indonesia," kata dia usai menutup Saresehan Reaktualisasi Relasi Agama dan Budaya di Homestay Tembi, Yogyakarta, Sabtu (3/11).

Menag mengatakan sikap membenturkan nilai dan norma agama dengan keragaman budaya Indonesia dapat merusak modal sosial dan modal kultural. Padahal, kedua modal itu telah menjadi pondasi bangsa dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Menurutnya, agama dan budaya selama ini telah berkembang secara harmonis dalam perjalanan sejarah panjang bangsa Indonesia. Keduanya telah bersama-sama mewariskan nilai, norma, dan etika yang terbukti berhasil mempersatukan keragaman masyarakat Indonesia yang sangat beragam. 

"Pemerintah akan terus berupaya menghadirkan pendidikan agama dan budaya yang mampu menghasilkan ‘anak Indonesia’ yang memiliki keyakinan bersama bahwa keragaman adalah anugerah Tuhan Yang Mahakuasa,” tuturnya.

Sarasehan ini diikuti agamawan, budayawan dan cendekiawan menghasilkan permufakatan Yogyakarta Agamawan dan Budayawan. Pada kesempatan, Lukman mencatat ada tujuh catatan terkait Permufakatan Yogyakarta yang akan menjadi perhatian pemerintah,  yaitu:

1) Menyatakan prihatin atas terjadinya gesekan di kalangan masyarakat terkait budaya dan agama;

2) Menyerukan kepada para tokoh agama untuk menanamkan kesadaran kepada masyarakat bahwa tujuan akhir dari ajaran agama adalah untuk membentuk akhlak mulia, yang dengannya masyarakat berinteraksi sosial secara tertib, toleran, saling menghormati satu dengan lainnya, berperilaku sabar dan menahan diri, serta bersyukur atas anugerah keragaman bangsa Indonesia;

3) Menyerukan kepada para tokoh budaya untuk terus mengembangkan produk-produk kebudayaan yang menghargai karakter dasar masyarakat Indonesia yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai relijiusitas.

4) Mendorong pemerintah untuk mengembangkan model pendidikan yang dapat menciptakan jembatan antara relijiusitas, nasionalitas, dan etnisitas bangsa Indonesia;

5) Mendorong pemerintah agar menjadikan karya seni, karya sastra relijiusitas, serta artefak-artefak kebudayaan lokal sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dalam rangka membentuk kebanggaan atas identitas keragamaan dan kebudayaan bangsa Indonesia.

6) Mendorong pemerintah dan para penyelenggara pendidikan untuk secara sistematis dan berkelanjutan menanamkan ajaran-ajaran moral dasar khususnya bagi anak-anak dan generasi muda tentang nilai kerjasama, tanggungjawab, kejujuran, disiplin, mandiri, dan ajaran untuk tidak menerima sesuatu yang bukan haknya.

7) Menyerukan kepada semua pihak agar melakukan internalisasi nilai dan moral agama secara substantif, menghindari pemikiran diskriminatif terhadap tafsir keagamaan lain, menyadari bahwa keragaman adalah takdir dan anugerah Tuhan kepada bangsa Indonesia, serta menjadikan spiritualitas sebagai basis kemanusiaan dan kebudayaan yang otentik.

Permufakatan Yogyakarta tersebut, kata Lukman, akan menjadi perhatian serius bagi pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement