Kamis 27 Sep 2018 11:44 WIB

Kemenag: Madrasah Punya Banyak Tantangan di Era Modern

Ada dua tantangan berat yang dihadapi oleh pendidikan madrasah.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Pendidikan Madrasah Kementerian Agama RI M. Nur Kholis Setiawan
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Direktur Pendidikan Madrasah Kementerian Agama RI M. Nur Kholis Setiawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu rangkaian kegiatan Kompetisi Sains Madrasah 2018 yang digelar di Bengkulu 24-28 September 2018 adalah Rembug Nasional Bidang Pendidikan Madrasah. Kegiatan Rembug ini dihadiri para Kepala Bidang Pendidikan Madrasah dan kepala seksi dari setiap Kantor Wilayah Kementerian Agama di seluruh provinsi di Indonesia, serta Kepala Kantor Kemenag Kabupaten di Bengkulu.

Dalam Rembug Nasional ini Plt Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Nur Kholis Setiawan, hadir menjadi salah satu narasumber. Nur Kholis pun menyampaikan paling tidak ada dua tantangan berat yang dihadapi oleh pendidikan madrasah.

Tantangan pertama adalah tantangan dalam menghadapi arus perubahan teknologi dan industri 4.0. Sementara tantangan kedua adalah tentang moderasi beragama.

"Perubahan teknologi industri yang tak terbendung dari 1.0 di mana tenaga digantikan dengan mesin, 2.0 mesin dilengkapi sistem komputer, 3.0 munculnya internet hingga era industri 4.0 yang sangat digital dan artificial intelligent, meniscayakan dunia pendidikan untuk menyesuaikan dengan zamannya," ujar Nur Kholis dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Kamis (27/9).

Menurutnya, bisa jadi dalam 10 hingga 20 tahun ke depan, siswa-siswi madrasah tidak memerlukan ruang kelas lagi. Sebab dunia mereka sudah melampaui batas ruang dan waktu.

Hanya dengan duduk dan tiduran, anak-anak sudah bisa berselancar kemana-mana. Anak-anak pun bisa memesan apa saja yang diinginkan dari lokasi ia berada tanpa perlu bersusah-susah.

"Internet of things akan menjadi segala-galanya. Aplikasi-aplikasi yang bersifat artificial intelligent yang menyerupai otak manusia diciptakan untuk memudahkan kerja-kerja manusia. Dalam industri 4.0 membicarakan ruang dan waktu sudah tidak lagi relevan," ucapnya.

Tantangan kedua yang lebih berat dari tantangan pertama adalah persoalan mainstreaming moderasi beragama. Agama tidak boleh dipahami secara ekstrim, baik ekstrem kanan yang literalis maupun ektrem kiri yang liberal.

Dia menjelaskan, negara ini dibangun di atas keberagaman baik suku, ras, budaya maupun agama. Maka mainstreaming moderasi agama menjadi keniscayaan. "Jika negara ini dikuasai oleh salah satu kelompok ekstrem tersebut, niscaya tatanan negara akan hancur," ujarnya.

Oleh sebab itu, Nur Kholis mengharapkan agar pendidikan madrasah mampu menjawab dua tantangan tersebut melalui tiga unsur penting, yakni aktor (para guru, tenaga kependidikan, stakeholder), lingkungan dan fasilitas.

"Guru, tenaga kependidikan dan pemegang kebijakan pendidikan madrasah harus update pengetahuan teknologi dan juga harus beres paham keagamaan dan wawasan kebangsaannya," ujarnya. Lingkungan dan fasilitas harus dibuat sedemikian kondusif agar peserta didik bisa belajar secara sehat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement