Senin 20 Aug 2018 23:27 WIB

MUI: Vaksin MR Boleh Digunakan karena Darurat

Vaksin MR dibolehkan juga karena ada keterangan ahli bahaya bia tak diimunisasi

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF (tengah) memberikan paparanya didampingi Sekretaris Komisi Fatwa Asrorun Niam Sholeh (kanan) dan Ketua Bidang Fatwa Khuzaimah T. Yanggo (kiri) saat menerima audiensi warga dari berbagai komunitas halal terkait imunisasi measles rubella (MR) di Kantor Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, Kamis (12/10).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF (tengah) memberikan paparanya didampingi Sekretaris Komisi Fatwa Asrorun Niam Sholeh (kanan) dan Ketua Bidang Fatwa Khuzaimah T. Yanggo (kiri) saat menerima audiensi warga dari berbagai komunitas halal terkait imunisasi measles rubella (MR) di Kantor Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, Kamis (12/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan Fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin Measles Rubella (MR) dari Serum Institute of India (SII) untuk Imunisasi. Menurut Komisi Fatwa MUI, vaksin MR mengandung unsur haram tapi saat ini boleh digunakan.

Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof Hasanuddin AF mengatakan, pertama ketentuan hukum, penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya hukumnya haram. Penggunaan vaksin MR produk dari SII hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi.

"Penggunaan vaksin MR produk dari SII pada saat ini dibolehkan atau mubah karena ada kondisi keterpaksaan atau darurat syar’iyyah, belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci," kata Prof Hasanuddin kepada Republika di Kantor MUI Pusat, Senin (20/8) malam.

Ia menerangkan, penggunaan vaksin MR pada saat ini dibolehkan juga karena ada keterangan dari ahli yang kompeten serta dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi. Di samping itu belum ada vaksin yang halal. Dia juga menjelaskan, kebolehan penggunaan vaksin MR tidak berlaku jika sudah ditemukan ada vaksin lain yang halal dan suci. 

Ia menyampaikan, kedua Komisi Fatwa MUI merekomendasikan, pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan mensertifikasi halal produk vaksinnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan," ujarnya. 

Prof Hasanuddin juga mengatakan, pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal melalui WHO dan negara-negara berpenduduk Muslim. Supaya memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci serta halal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement