Jumat 27 Jul 2018 17:11 WIB

Bulan-Bulan Istimewa

Banyak yang mengalami semangat Ramadhan justru meredup saat Syawal.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agung Sasongko
Ramadhan
Foto: IST
Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Ramadhan pergi, banyak orang yang mengalami perubahan dalam kehidupannya. Ada yang makin bersemangat dalam beribadah, tak sedikit pula yang justru mengalami kemerosotan semangat beribadah.

Secara bahasa, Ramadhan berasal sari kata ramdhan yang berarti panas membakar. Maksudnya, Ramadhan merupakan momen yang dengan disediakan Allah SWT untuk membakar semangat hamba-Nya dalam beribadah dan memperbanyak amal. Melalui ibadah puasa Ramadhan, umat Islam akan makin berlomba-lomba memanen pahala, mulai dari ibadah wajib hingga sunah.

Sedangkan Syawal memiliki arti meningkat. Maksudnya, pada bulan ini, keimanan umat Islam akan meningkat, mengingat sebelumnya telah dipanaskan semangatnya saat Ramadhan. Namun, ironisnya, banyak umat Muslim yang justru terlena dengan kemenangan yang ditawarkan Syawal, sehingga tanpa disadari semangat beribadah yang telah memanas saat Ramadhan, justru meredup saat Syawal tiba.

Peningkatan ketakwaan dan keimanan yang seharusnya kita dapatkan saat Syawal kini tinggal harapan, karena Syawal juga baru saja meninggalkan kita,kata Ustadzah Ummi Yunengsih saat menyampaikan kajian agama di Islamic Center Bekasi, belum lama ini.

Namun, Ustazah Ummi mengatakan bahwa Allah SWT selalu memberikan kesempatan bagi hamba-Nya, salah satunya dengan adanya bulan-bulan lain yang memiliki keistimewaan yang tak kalah dengan Ramadhan dan Syawal. Dalam surah at-Taubah ayat 36 dijelaskan bahwa Dzulqaidah, Dzulhijah, Muharam, dan Rajab merupakan empat bulan yang diistimewakan oleh Allah SWT.

Ibnu `Abbas meriwayatkan, Allah SWT mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, atau bulan yang dianggap sebagai bulan suci, di mana jika melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan saleh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.

"Saat ini kita sudah memasuki Dzulqaidah, di mana termasuk ke dalam bulan yang dimuliakan. Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Bukhari, Dzulqaidah dapat menjadi lumbung kebaikan dan jurang kesedihan, karena setiap amal soleh dilipatgandakan, begitu juga amal buruk. Maka berhati-hatilah,"kata Ustazah Ummi

Cara mengantisipasinya, kata dia, dengan meningkatkan ketakwaan. Dalam riwayat at-Tirmidzi, Rasulullah SAW berkata lada Muajib bin Jabal bahwa terdapat giga akhlak yang disukai Allah SWT.Pertama, bertakwa kepada Allah SWT di manapun dia berada. Kedua, mengikuti keburukan dengan kebaikan karena niscaya kebaikan akan menghapuskan dosa dari keburukan yang telah diperbuat.Terakhir, bergaul lah dengan manusia yang berakhlak mulia.

Allah SAW berfirman: Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda- tanda kekuasaan Allah, mudah- mudahan mereka selalu ingat.(QS al-A'raf: 26).

Selain itu, Allah SWT juga mengibaratkan ketakwaan sebagai bekal bagi manusia. Seperti yang dijelaskan dalam surah al- Baqarah ayat 197: Musim haji adalah beberapa bulan yang dimak lumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan se sungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada- Ku hai orang-orang yang berakal.

Pemaknaan ketakwaan sebagai sebaik-baiknya pakaian dan bekal menggambarkan bahwa ketakwaan merupakan pelindung yang dapat melindungi kita dari segala macam bahaya seperti halnya pakaian yang menutupi aurat.Begitu juga penggambaran ketakwaan sebagai bekal, karena saat hari akhir, satu-satunya hal yang dapat menyelamatkan manusia dari siksa neraka adalah ketakwaannya, ujar Ustazah Ummi.

"Maka jadikanlah ketakwaan bagai pakaian kita, bekal kita dan jaga terus ketakwaan di manapun kita berada," kata dia.

Jika saat Ramadhan datang umat muslim berbondong-bondong meningkatkan ketakwaan maka Allah SWT memperingatkan agar tidak terlena dan terus menjaga ketakwaan itu. Dalam QS an-Nahl ayat 92, Allah SWT berfirman: Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)- mu sebagai alat penipu di antara- mu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain.Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.

Ayat ini menggambarkan orang yang telah menajalankan ibadah dengan rajin di Ramadhan namun saat ramadhan berakhir, dia meninggalkan seluruh ibadah tersebut, kata Ummi.

Untuk mengantisipasi menurunnya ketakwaan, Ustazah Ummi menyarankan agar terus konsisten melaksanakan amalan wajib dan mengikutinya dengan amalan sunah. Selain itu, jauhkan diri dari hal yang dimakruhkan, apalagi yang diharamkan. Penanaman pemikiran bahwa Allah SWT selalu mengawasi hamba- Nya, juga diperlukan agar menanamkan rasa takut yang nantinya akan mendorong diri melakukan kebaikan dan mencegah dari keburukan.

Hal mendasar lain yang harus ada adalah ilmu karena jika telah memiliki ilmu maka kita akan takut melakukan hal yang berseberangan dengan ilmu yang telah kita pelajari, kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement