Kamis 21 Jun 2018 10:06 WIB

Menag: Keseimbangan dan Keadilan Kunci Moderasi Islam

Melihat apapun kita harus seimbang, tidak boleh ekstrim pada salah satu kutub.

Rep: Novita Intan/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin kembali mengingatkan pentingnya moderasi Islam di tengah keberagaman bangsa yang majemuk. Setidaknya sikap toleransi dan moderasi itu merupakan buah hasil dari cara berfikir, pemahaman dan cara pandang yang berlandaskan pada dua esensi dasar, yakni keseimbangan dan keadilan.

"Jadi melihat apapun kita harus seimbang, tidak boleh ekstrim pada salah satu kutub. Karena dengan cara seperti itu keadilan akan terwujud, lalu kemudian kita menjadi toleran danmoderat," kata Menag dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, diJakarta, Kamis (21/6).

Menurut Menag, perlu ada rumusan yang jelas terkait moderasi Islam karena itulah yang akan dibawa kemana-mana. Islam pada dasarnya memiliki nilai yang sama bagi seluruh ormas Islam di Indonesia, seperti menghormati dan melindungi harkat martabat kaum perempuan.

"Bagaimana cara mengimplementasi nilai itulah yang berbeda-beda. Kami ingin mengenalkan moderasi Islam yang sudah lama hidup di Indonesia. Maka kami harus punya rumusan baku misalnya apa sebab moderasi Islam muncul," kata Menag.

Menag juga mengajak masyarakat untuk berhati-hati dalam melihat implementasi nilai-nilai Islam yang sangat beragam dan heterogen. Dia mengatakan, umat Islam seyogyanya menghargai kemajemukan dan heterogenitascara pandang nilai Islam, selama itu tidak melanggar prinsip-prinsip dasar.

"Pada titik mana kita dinilai sebagai ekstrim berlebihan? Kalau saya mengangapnya sebagai upaya pemaksaan. Nah di sini kita harus cermat betul lingkup moderasi itu ada di mana. Saya kurang sependapat ada yang mengatakan bahwa karena demokrasilah paham radikalisme itu muncul dan bersemai," ujar Menag.

Lukman mengatakan, harus hati-hati apakah dengan demokratisasi itu prilaku paham radikalisme membesar atau jangan-jangan kebijakan hukumnya yang tidak tegas. "Jadi jangan salahkan demokrasi meski tidak sempurna namun inti dari pemahaman Islam itu adalah mengargai hak dan pendapat,” ujarnya.

Dia juga mengatakan, jangan-jangan kita kehilangan konteks pemaknaan terhadap ritual Islam di Nusantara yang melekat pada local wisdom. "Ini perlu dicermati bersama," kata Lukman.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement