Senin 11 Jun 2018 02:01 WIB

Penjelasan PBNU Soal Gus Yahya Staquf ke Israel

Beredar viral undangan salah satu universitas di Israel untuk PBNU.

Rep: Novita Intan/ Red: Andri Saubani
Katib Aam PBNU, yang kini juga diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Yahya Staquf.
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Katib Aam PBNU, yang kini juga diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Yahya Staquf.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa akhir ini dunia maya digegerkan undangan dari salah satu kampus di Israel untuk Pengurus Nahdlatul Ulama (PBNU). Dalam undangan yang viral di media sosial tersebut mencuat isu adanya kerja sama antara PBNU dan Israel.

Menanggapi isu tersebut, Ketua PBNU Robikin Emhas membantahnya. Ia menegaskan tidak ada kerja sama program maupun kelembagaan antara NU dengan Israel.

"Tidak ada kerja sama NU dengan Israel. Sekali lagi ditegaskan," ujarnya kepada Republika, Jakarta, Ahad (10/6).

Menurutnya, kepergian Gus Yahya Staquf ke Israel adalah selaku pribadi, bukan dalam kapasitas sebagai Katib Aam PBNU, apalagi mewakili PBNU. Saya yakin kehadiran Gus Yahya tersebut untuk memberi dukungan dan menegaskan kepada dunia, khususnya Israel bahwa Palestina adalah negara merdeka.

"Bukan sebaliknya," ucapnya.

Ia mengatakan, setiap insan yang mencintai perdamaian mendambakan penyesesaian menyeluruh dan tuntas atas konflik Israel-Palestina. Konflik Israel-Palestina tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Diperlukan semacam gagasan out of the book yang memberi harapan perdamaian bagi seluruh pihak secara adil.

"Boleh jadi, Gus Yahya Staquf memenuhi undangan dimaksud untuk menawarkan gagasan yang memberi harapan bagi terwujudkan perdamaian di Palestina dan dunia pada umumnya," ungkapnya.

Sementara, Gus Yahya Cholil Staquf menjelaskan pihaknya telah lama menerima undangan dan ini menyangkut kredibilitas dan bentuk upaya yang telah dilakukan bertahun-tahun. "Saya punya pesan untuk saya sampaikan seluas-luasnya secara global, dan ini platform yang akan memberi saya kesempatan untuk itu," ucapnya.

Gus Yahya mengakui, dirinya memiliki pemikiran tentang Yahudi yang ingin disampaikan sejujur-jujurnya tanpa eufimisme ataupun polesan diplomasi.  Menurutnya, rencana pidato di forum AJC sudah dibatalkan, tapi ia tetap dijadwalkan bertemu sejumlah tokoh dengan liputan media, antara lain Ali Al Awar, pimpinan Badan Waqaf Masjid Al Aqsha; Mohammed Dajani Daoudi, ulama; para patriarch Katolik, Kristen Ortodoks Yunani dan Lutheran; H. E Hazem Khairat, Duta Besar Mesir; kalangan intelektual di Universitas Hebrew; dan lain-lain.

"Saya akan disiplin menjaga posisi deniable; kalau tindakan saya merugikan kepentingan negara atau sekedar tidak ada manfaatnya, dapat dilakukan tindakan apa pun yang diperlukan untuk mengingkari atau menegaskan terlepasnya tindakan saya ini darinegara. Kalau ada benefit, mari di-follow up agar menjadi keuntungan nyata," ucapnya.

Gus Yahya, yang merupakan Katib Aam NU, sebelumnya dijadwalkan menjadi pembicara di The David Amar Worldwide North Africa Jewish Heritage Center, Yerusalem, pada 13 Juni. Materi yang akan dibawakan adalah Shitfing the Geopolitical Calculus: From Conflict to Cooperation.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement