Senin 12 Feb 2018 10:27 WIB

PBNU: Kekerasan, Teror dan Radikal Bertentangan dengan Islam

Tidak ada agama di dalam kekerasan

Rep: Fuji E Permana/ Red: Esthi Maharani
Tampak awak media di lokasi serangan orang tak dikenal di Gereja Santa Lidwina, Sleman.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Tampak awak media di lokasi serangan orang tak dikenal di Gereja Santa Lidwina, Sleman.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Robikin Emhas mengatakan, belum genap sebulan, empat kekerasan beruntun terjadi terhadap tokoh dan pemuka agama. Peristiwa-peristiwa itu menyiratkan adanya kebencian atas dasar sentimen keagamaan. Sesuatu yang harus dihentikan, dikutuk dan dijauhi.

"Kekerasan, apalagi teror, radikal dan tindakan ekstrim lainnya adalah bertentangan dengan agama Islam, bertentangan dengan perilaku Nabi Muhammad SAW," kata KH Robikin melalui keterangan tertulis kepada Republika, Ahad (11/2)

Ia menegaskan, Nabi Muhammad tidak pernah melakukan atau mentoleransi sikap ekstrem dan radikal. Tidak boleh ada kekerasan dalam agama. Serta tidak ada agama di dalam kekerasan. Artinya, kalau ada kekerasan berarti itu bukan agama.

Ia meminta agar masyarakat bisa berupaya mencegah dan menghentikan segala potensi kekerasan yang mungkin terjadi. Kekerasan terhadap tokoh dan pemuka agama, apalagi didasari kebencian atas dasar sentimen keagamaan berpotensi melahirkan saling curiga dan merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Pada gilirannya dapat menjadi gangguan keamanan serius.

"Dalam momentum tahun politik 2018 dan 2019, mari kita buktikan Indonesia mampu melakukan sirkulasi kekuasaan dengan cara-cara beradab," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement