Sabtu 09 Sep 2017 15:45 WIB

Imunisasi dan Vaksin, Halal atau Haram? Ini Fatwa MUI

Rep: Nora Azizah/ Red: Andi Nur Aminah
Petugas menyiapkan vaksin meningitis untuk calon jamaah haji (Ilustrasi)
Foto: Antara/Feny Selly
Petugas menyiapkan vaksin meningitis untuk calon jamaah haji (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO, JAKARTA -- Kontroversi seputar imunisasi dan vaksin memang masih mendebarkan umat Islam. Kejadian penemuan bahan dasar vaksin dari olahan binatang babi pada vaksin meningitis untuk jamaah haji masih membekas. Pada 2010 silam Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Selatan melakukan kajian terhadap vaksin meningitis. Hasil mengejutkan diperoleh bahwa vaksin tersebut mengandung najis besar, yakni babi.

Penemuan tersebut langsung mendapat tanggapan dari MUI Pusat. Dalam sekejap vaksin meningitis menjadi isu nasional. Hal tersebut tentu membuat geram umat Islam. Pasalnya, vaksin meningitis merupakan tindakan yang wajib dilakukan khususnya bagi calon jamaah haji.

Setahun kemudian MUI Pusat mulai gencar melakukan kajian terhadap vaksin-vaksin yang beredar di Indonesia. Alternatif vaksin meningitis akhirnya ditemukan setelah melakukan penjelajahan ke Italia hingga Cina.

Namun perdebatan mengenai vaksin selalu menjadi topik tanpa ujung di kalangan umat muslim. Sebagian menganggap vaksin tidak diperlukan karena tidak diperintahkan di dalam Alquran dan Hadist. Dalam sebagian kalangan Muslim vaksin boleh saja dilakukan demi kebaikan menyelamatkan nyawa manusia.

"Imunisasi dan pemberian vaksin boleh dilakukan apabila memenuhi syariat Islam, MUI mendukung program imunisasi demi kebaikan umat," ujar Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat Aminudin Yakub dalam acara Seminar dan Diskusi Panel Imunisasi Dalam Pandangan Islam di Jakarta, Sabtu (9/9).

Sekian tahun mengkaji, MUI Pusat akhirnya membuat fatwa terkait imunisasi dan vaksin dari sudut pandang Islam. Dalam Fatwa MUI No.4 Tahun 2016 menimbang ketentuan umum imunisasi sebagai proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit tertentu dengan cara memasukkan vaksin, sementara vaksin merupakan produk yang berisi antigen berupa mikroorganisme.

Pertimbangan hukum juga mengaitkan al dlarurat, yakni kondisi keterpaksaan yang apabila tidak dilakukan akan mengancam jiwa manusia. Kemudian menimbang al hajat yang merupakan kondisi terdesak sehingga menyebabkan penyakit berat atau cacat pada seseorang.

Dalam fatwa tersebut MUI Pusat mengeluarkan ketentuan, imunisasi pada dasarnya dibolehkan atau mubah sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya suatu penyakit. Kemudian vaksin imunisasi wajib menggunakan bahan halal dan suci.

Imunisasi berbahan haram boleh dilakukan apabila dalam kondisi darurat atau terdesak, kemudian belum ditemukan vaksin lain yang berbahan halal. Namun pemberian vaksin berbahan haram harus dengan catatan bahwa jika seseorang tidak mendapat vaksin akan menyebabkan kematian, kecacatan, atau penyakit berat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement