Sabtu 12 Aug 2017 23:33 WIB

Islam Memandang Hukuman Mati

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko
Era Dinasti Ottoman.
Foto: Aksitarih.com
Era Dinasti Ottoman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di dunia Islam sendiri, hukuman mati sudah dipraktikkan sejak lama. Alquran mengatur hukuman mati, terutama untuk kasus kejahatan pembunuhan. Dalam kamus hukum Islam, pidana semacam ini dikenal dengan istilah qisas.

Meski demikian, pengampunan dan rasa kasih sayang dari keluarga korban pembunuhan lebih dianjurkan oleh Islam daripada tetap menuntut eksekusi mati terhadap si pelaku. Ketika keluarga korban memberikan maafnya, si pembunuh diwajibkan membayar kompensasi finansial yang disebut diyat kepada keluarga korban. Hal ini seperti diatur dalam surah al-Baqarah (2) ayat 178.

Selain pembunuhan, ada beberapa kejahatan lain yang juga dapat diancam dengan pidana mati di dalam hukum Islam. Kejahatan-kejahatan tersebut dikategorikan sebagai fasad fil ardh (melakukan kerusakan di muka bumi). Ada beragam interpretasi mengenai perbuatan semacam ini.

“Namun, fasad fil ardh pada umumnya ditafsirkan sebagai segala kejahatan berat yang dapat menggoyahkan tatanan sosial serta memengaruhi masyarakat secara keseluruhan,” tutur mualaf asal Amerika yang juga pakar Islam, Christine Huda Dodge, dalam karyanya, The Everything Understanding Islam Book.

Sejumlah kejahatan yang masuk dalam kategori di atas, di antaranya pengkhianatan atau murtad untuk kemudian bergabung dengan musuh Islam dan memerangi kaum Muslimin dalam pertempuran, terorisme, pembajakan di darat, laut, atau udara, pemerkosaan, berbuat zina, serta perilaku homoseksual.

Menurut Huda, metode eksekusi mati dalam dunia Islam pun cukup bervariasi. Di beberapa negara Muslim, ada yang menerapkan pemenggalan (hukum pancung), gantung, rajam, dan eksekusi dengan menggunakan regu tembak. Eksekusi diadakan secara terbuka untuk melayani sebagai peringatan untuk calon penjahat.

Penting untuk dicatat pula, kata dia, tidak ada pembenaran aksi main hakim sendiri di dalam Islam. Setiap hukuman terhadap setiap pelaku kejahatan haruslah diputuskan melalui proses peradilan. Beratnya hukuman pun harus mempertimbangkan standar-standar bukti yang sangat ketat sebelum vonis dijatuhkan. “Pengadilan juga memiliki fleksibilitas untuk menjatuhkan vonis yang lebih rendah dari hukuman paling berat, seperti pidana denda atau penjara. Pidana mati menjadi opsi paling akhir,” katanya.

Pada masa para Khalifah Rasyidun, Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq pernah menghukum mati perempuan Muslimah yang murtad. “Hal ini diketahui oleh para sahabat Nabi SAW dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya sehingga dalam hal ini telah terwujud ijmak sahabat sebagai sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadis,” ujar Ustaz Muhammad Shiddiq al-Jawi menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement