Senin 24 Apr 2017 06:40 WIB

Al-Biruni, Sang Penemu Benua Amerika

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Muslim Afrika saat pertama kali menjejakkan kaki di Benua Amerika.
Foto: wordpress.com
Ilustrasi Muslim Afrika saat pertama kali menjejakkan kaki di Benua Amerika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Selama berabad-abad, mayoritas sejarawan Barat berusaha meyakinkan dunia bahwa penjelajah Spanyol, Christopher Columbus, adalah orang pertama yang menemukan Benua Amerika. Namun, siapa sangka 'cerita resmi' itu justru mendapat sangkalan dari seorang pakar sejarah kenamaan asal Amerika sendiri, S Frederick Starr.

Sebuah artikel yang ditulis Starr menyatakan, sarjana Muslim dari Asia Tengah, Abu Raihan al-Biruni, telah menemukan benua itu berabad-abad sebelum kedatangan Columbus. "Al-Biruni adalah orang pertama yang menemukan 'dunia baru' selain Asia, Eropa, dan Afrika," kata Starr lewat satu artikelnya yang dimuat laman History Today pada 12 Desember 2013,

Melalui tulisannya tersebut, Starr menegaskan, Al-Biruni memang menemukan Amerika jauh sebelum Columbus melakukan pelayarannya pada 1498. Al-Biruni yang lahir pada 973 di negeri yang sekarang disebut Uzbekistan, adalah orang pertama yang secara resmi menunjukkan adanya daratan lain yang belum ditemukan di samudera lepas antara Eropa dan Asia. Dataran itulah yang kini dikenal sebagai Benua Amerika.

Meskipun al-Biruni menemukan Amerika pada awal abad kesebelas, hal itu tak lantas membuatnya mengklaim diri sebagai penemu pertama benua tersebut. Yang jelas, keahlian yang dimiliki al-Biruni pada geografi dan ilmu pemetaan, telah membawanya pada sebuah kesimpulan bahwa dunia ini sangat luas.

Menurut al-Biruni, bagian yang membentang dari pantai barat Eropa dan Afrika ke pantai timur Asia, hanya menyumbang sekitar dua per lima dari keselurahan di dunia. Al-Biruni memiliki pengetahuan yang mumpuni mengenai bahasa di negeri-negeri Timur Tengah dan India. Selain itu, ia juga menguasai beragam ilmu seperti matematika, astronomi, mineralogi, geografi, kartografi, geometri, dan trigonometri.

Pendidikan yang dijalani al-Biruni di bawah ulama besar seperti Ahmad al-Farghani, juga memberinya wawasan yang mendalam ilmu dari berbagai bidang dan peradaban. Al-Biruni memulai penelitiannya dengan menelusuri lokasi lintang dan longitudinal dari berbagai kota di Asia Tengah, India, Timur Tengah, dan Mediterania.

Setelah mempelajari karya-karya sarjana Yunani Kuno seperti Claudius Ptolemy dan Pythagoras, al-Biruni menjadi salah satu dari beberapa sarjana pada saat itu yang meyakini bahwa bumi berbentuk bulat. Keyakinannya tersebut bertentangan dengan kepercayaan masyarakat Eropa pada umumnya ketika itu yang mengatakan, bumi berbentuk datar. Guru al-Biruni, al-Farghani, juga berasumsi demikian dan melakukan pengukuran terhadap lingkar bumi dengan sangat baik dan akurat.

"Bahkan, Columbus sendiri juga menggunakan hasil perhitungan al-Farghani sebagai dasar untuk penjelajahan dunianya," tulis Starr yang juga menjabat profesor riset di Johns Hopkins University, Baltimore, Maryland, AS itu.

Namun, kata Starr lagi, Columbus ternyata gagal mencatat bahwa al-Farghani menggunakan satuan jarak versi Arab pada petanya, bukan Romawi. Kegagalan Columbus mengonversikan satuan Arab tersebut membuat penjelajah asal Spanyol itu terlalu meremehkan jarak perjalanannya sehingga dia pun mengalami kesulitan saat melaut.

"Selain itu, Columbus sejak awal memang tidak berniat menemukan benua Amerika ketika ia mulai berlayar. Karena, ia beranggapan perjalanannya akan membawanya langsung dari Eropa ke Asia," kata Starr lagi.

Al-Biruni, seperti gurunya, juga memberikan perkiraan tentang lingkar bumi—yang ternyata jauh lebih akurat dari al- Farghani. Perhitungan yang dibuatnya hanya terpaut 10,44 kilometer dari pengukuran modern.

Al-Biruni juga termasuk ilmuwan pertama yang menggagas bumi mengorbit matahari (heliosentris). Gagasan itu jelas berlawanan dari pandangan umum yang lebih diterima waktu itu, yakni 'teori' geosentris.

Dalam karyanya yang belakangan dikenal sebagai Codex Masudicus, Biruni juga membuat hipotesis mengenai keberadaan Benua Amerika. Teori ini diusulkannya pada 1037, di mana ia akan menginjak usia 70 tahun. Atas alasan ini, karena tidak memiliki energi atau sarana untuk membuat perjalanan sendiri, keyakinan Al-Biruni tetap menjadi teori belaka.

Meskipun saat itu baru sebatas teori, hal tersebut tak lantas membatalkan klaim Al-Biruni atas penemuan Amerika pra-Columbus. Pasalnya, ada juga beberapa catatannya yang mengutip bahwa Norsemen dari Skandinavia pernah menyeberang ke Islandia dan Greenland. Pada akhir abad kesepuluh, Norsemen akhirnya sengaja mendarat di sebuah daratan (Kanada sekarang) hanya untuk diusir oleh penduduk asli yang sudah lebih dulu bermukim di sana.

"Dengan begitu, al-Biruni adalah orang pertama di dunia ini yang dikenal secara resmi mengklaim keberadaan 'dunia baru' (Benua Amerika) itu," kata Starr.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement