Jumat 02 Dec 2016 04:43 WIB

Penjajah Belanda dan Islam Menyatukan Indonesia

Rep: antara/ Red: Muhammad Subarkah
Salah satu karya paling fenomenal Raden Saleh, lukisan 'Penangkapan Pangeran Diponegoro'. Lukisan yang dibuat pada 1857 itu dihadiahi Raden Saleh kepada Raja Belanda William III.
Salah satu karya paling fenomenal Raden Saleh, lukisan 'Penangkapan Pangeran Diponegoro'. Lukisan yang dibuat pada 1857 itu dihadiahi Raden Saleh kepada Raja Belanda William III.

Penjajah Belanda dan Islam Menyatukan Indonesia

Oleh; Parni Hadi,  Mantan Pemred Republika/Pembina Dompet Duafa

========

Penjajahan Belanda dan perlawanan yang dilakukan oleh penduduk di berbagi pulau di kawasan antara benua Asia dan Australia, yang mayoritas beragama Islam, telah membentuk bangsa Indonesia dan melahirkian NKRI (Negara Kesatuan Republik Inonesia).

"Imperialisme Belanda adalah penjajahan yang menyatukan (uniting imperialism)," kata Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia Van Roijen, awal tahun 1990an.

Apa yang dikatakan Dubes Belanda itu betul, sebab wilayah Republik Indonesia seperti tertulis dalam UUD 1945 adalah seluruh bekas jajahan pemerintah Hindia Belanda.

Perlawananan terhadap penjajah Belanda dilakukan rakyat, baik Muslim maupun non-Muslim, hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tercatat dalam buku sejarah tokoh-tokoh pejuang nasional, antara lain Sultan Agung, Imam Bonjol, dan Pangeran Diponegoro.

Pejuang lain adalah Teuku Umar, Tjut Nya Dien, Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin, Martha Christina Tiahahu, Thiomas Matulessy Pattimura dan IG Ngurah Rai. Sesuai prosentase penduduk, mayoritas perlawanan dilakukan dan dipimpin oleh umat Islam.

Pertempuran Surabaya November 1945, yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan, juga dikobarkan Bung Tomo dengan seruan "Allahu Akbar". Orang rela mati berkat panggilan yang mengagungkan asma Allah itu. Belum lagi, jika penjajah Belanda dianggap kafir, maka berperang melawan kafir diyakini sebagai berjihad.

"Kita mencintai bangsa kita dan dengan ajaran agama kita (Islam), kita berusaha sepenuhnya untuk mempersatukan seluruh atau sebagian terbesar bangsa kita," kata HOS Tjokroaminoto, Ketua Sarekat Islam (SI) dalam salah satu rapat akbar SI seperti diungkap buku "Jang Oetama" (Yang Utama), Jejak dan Perjuangan HOS Tjokroaminoto (1882-1934), karya Aji Dedi Mulawarman.

Sementara itu, buku "OS Tjokroaminoto, Pelopor Pejuang, Guru Bangsa dan Penggerak SI" karya HM Nasruddin Anshory Ch dan Agus Hendratno, mengungkap pendapat Tjokroaminoto bahwa Islam adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan dipersatukan sebagai dasar kebangsaan Indonesia.

Tjokroaminoto adalah guru dari sejumlah tokoh besar yang setelah Indonesia merdeka saling bertentangan, di antaranya Bung Karno, tokoh nasionalis yang kemudian menjadi Presiden pertama RI. Kemudian Musso, pentolan PKI (Partai Komunis Indonesia) yang memimpin pemberontakan PKI Madiun 1948 dan SM Kartosuwiryo, pimpinan Darul Islam (DI) yang memberontak kepada pemerintah RI. Musso tewas oleh serangan pasukan TNI dari Divisi Siliwangi. Kartosuwiryo ditangkap tahun 1962 dan dijatuhi hukuman mati sesuai keputusan pengadilan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement