Rabu 27 Apr 2016 19:07 WIB

Kemenag Dinilai tak Transparan Soal Biaya Haji

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Karta Raharja Ucu
Jamaah haji beribadah mengelilingi Kabah di Masjidil Haram menjelang puncak ibadah haji di Makkah, Selasa (22/9).
Foto: REUTERS/Ahmad Masood/
Jamaah haji beribadah mengelilingi Kabah di Masjidil Haram menjelang puncak ibadah haji di Makkah, Selasa (22/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfuddin mengatakan temuan Rp 1,1 triliun pada laporan keuangan BPIH 2015 sebagai bukti kurang transparansinya Kementrian Agama kepada masyarakat. Padahal, mereka telah puluhan tahun menjadi penyelenggara haji.

"Ini berarti pemerintah tak sanggup dalam menggerakaan ekonomi melalui haji, terbukti dengan pengelolaan keuangan haji yang tidak selesai hingga saat ini," ujar dia kepada Republika.co.id, Rabu (27/4).

Ade membandingkan dengan pengelolaan keuangan haji di Malaysia. Jamaah haji di Malaysia mendapatkan laporan keuangan yang jelas setiap orang. Mereka bahkan mendapatkan laporan keuangan setiap orang satu bulan setelah kepulangan mereka berhaji.

Tetapi berbeda di Indonesia, bahkan sampai saat ini laporan keuangan ini masih bermasalah dengan DPR. Meski demikian, DPR sebaiknya tetap melanjutkan pembahasan BPIH 2016, karena temuan dalam laporan keuangan dan penetapan BPIH adalah dua hal yang berbeda.

(Baca Juga: Komisi VIII DPR Kebut Pembahasan BPIH 2016)

Komponen dalam BPIH tiap tahun sama, bahkan jika perlu BPIH untuk tahun 2018 bisa ditentukan. Masalahnya setiap tahun hanya kurs dolar saja dan harga avtur yang mempengaruhi transportasi sebagai alokasi biaya terbesar pada BPIH.

Saat ini harga avtur turun, sehingga seharsunya biaya ongkos haji mengalami penurunan. Jika DPR masih belum melanjutkan pembahasan BPIH ini maka tentu dampaknya akan menghambat proses pemvisaan dan pelunasan jamaah haji.

(Baca Juga: Pemerintah Belum Tetapkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji 2016)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement