Sabtu 27 Feb 2016 22:19 WIB

Imigran Muslim di Korea Selatan Jadi Korban Diskriminasi

Rep: MGROL57/ Red: Agung Sasongko
Muslim di Korea melangkah ke;uar dari salah satu masjid di Seoul.
Foto: EPA
Muslim di Korea melangkah ke;uar dari salah satu masjid di Seoul.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Muslim Korea Selatan, terutama imigran, dibayangi ketakutan karena mengingkatnya kecurigaan terhadap mereka. Dilansir dari The Korea Herald, Rabu (24/2), beberapa bulan terakhir umat Islam yang tinggal di negara tersebut menghadapi pemeriksaan mendadak.

Polisi beralasan yang mereka lakukan mencari imigran yang masa tinggalnya telah habis berdasarkan visa. "Saya merasa mereka melihat saya berpotensi sebagai teroris," demikan komentar pria imigran asal Bangladesh, yang bulan lalu tiba-tiba dipanggil menghadap polisi. Pria imigran tersebut diperiksa oleh kepolisian Jeolla Utara.

"Polisi bertanya kenapa saya datang ke Korea, dan kenapa saya mendaftarkan diri dengan status pencari suaka, dan apa pekerjaan saya sebelumnya. Mereka juga mengeluhkan pekerjaan mereka yang makin berat setelah serangan teroris di Paris."

Hampir sama dengan pria Bangladesh tersebut, pencari suaka dari Etiopia pernah dicegat polisi. Peristiwa itu tak lama setelah tragedi teror di Paris, Prancis. "Saat itu saya mengenakan hijab. Polisi bertanya apa agama saya dan mengatakan saya terlihat seperti teroris," ujar imigran tersebut.

Ketua Perserikatan Pekerja Imigran, Shekh Al-Mamun, menyatakan beberapa bulan terakhir terdapat kasus mencurigakan terkait tindakan polisi. Al-Mamun menceritakan mereka telah melakukan penggerebekan tanpa surat.

"Polisi mendadak masuk ke ruangan ibadah dan menginterogasi. Mereka bilang sedang mengawasi pekerja imigran yang tidak terdaftar," ujar Al-Mamun.

"Sejauh ini kami dapat menuntut polisi karena tanpa izin menggeledah, tetapi undang-undang anti-terorisme dapat membuat praktik itu dibenarkan dan meningkatkan diskriminasi terhadap Muslim."

Saat ini partai yang berkuasa, Partai Saenuri dan pemerintah tengah mengolah undang-undang anti-terorisme. Rencana undang-undang yang tertunda cukup lama tersebut akan mengizinkan pihak berwajib mengawasi komunikasi pribadi dan mengumpulkan informasi orang-orang yang dicurigai terkait teroris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement