Jumat 05 Feb 2016 20:17 WIB

Muhammadiyah: Istilah Radikal BNPT Harus Jelas Pengertian dan Kriterianya

Rep: c23/ Red: Agung Sasongko
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Muti meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak gegabah dalam menilai dan menyebut pondok pesantren dengan label tertentu. "Jangan hanya karena mengajarkan jihad, lalu dianggap radikal. Padahal dalam Alquran, kata jihad itu muncul lebih dari 30 kali," tegasnya kepada Republika.co.id, Jumat (5/2).

Abdul menilai istilah radikal BNPT harus jelas pengertian dan kriterianya.  Apalagi tindakan teror tidak hanya dapat terjadi karena hal-hal yang bersifat keagamaan atau teologi, tapi juga beberapa faktor lain.  Misalnya, faktor ketimpangan ekonomi atau ketidakadilan dalam bidang hukum.

"Faktor-faktor tersebut juga bisa jadi pemicu ekstremisme, tapi hal itu tak pernah dilihat (oleh BNPT)," tuturnya.

Abdul mengatakan pernyataan BNPT tentang pondok pesantren dapat berpengaruh buruk terhadap citra pesantren secara umum. "Ini seperti menjadi stigmatisasi terhadap pondok pesantren," ungkapnya.

Karena itu, Abdul berharap BNPT tidak tergesa-gesa dalam mengklaim pondok pesantren dengan istilah-istilah berbau negatif. Menurutnya, model-model pendekatan dan penanganan BNPT terkait hal ini perlu diganti dengan cara yang lebih arif dan bijaksana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement