Jumat 24 May 2019 19:00 WIB

Mengenal Sistem Millet dalam Imperium Ottoman

Sistem perlindungan terhadap dzimmi di era Ottoman di kenal dengan nama millet.

Era Dinasti Ottoman.
Foto: Aksitarih.com
Era Dinasti Ottoman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinasti Turki Usmani berhasil membangun kesultanan terbesar dalam sejarah Islam. Hingga akhir abad ke-18, wilayah kekuasaan Ottoman ini luas membentang menjadi tiga garis besar yakni negara-negara Balkan seperti Yugoslavia, Albania, Yunani, Bulgaria, Serbia, dan sebagian besar Rumania; Anatolia (Turki); dan Arab yang meliputi Suriah, Lebanon, Yordania, Palestina, Irak, Kuwait, Mesir, Libya, Tunisia, Aljazair, dan sebagian Semenanjung Arabia. 

Mayoritas penduduk yang berada di bawah kekuasaan Ottoman adalah Muslim dengan kelompok minoritas terbesar adalah penduduk Kristen yang mendominasi wilayah Balkan serta warga Yahudi yang terserak di berbagai wilayah di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Pembagian populasi berdasarkan agama adalah urusan teramat penting karena Ottoman merupakan kesultanan yang memerintah berdasarkan hukum agama Islam, meskipun menjelang abad ke-18 hukum Islam hanya terbatas mengenai undang-undang keluarga dan undang-undang kepemilikan. Undang-undang publik, khusus nya tentang pidana disusun berdasarkan keputusan sultan yang disebut urf atau kanun. 

Kelompok masyarakat Kristen dan Yahudi dalam kesultanan Ottoman diberi status dzimmi atau non-Muslim yang dilindungi. Dengan status itu, komunitas dzimmi menikmati otonomi dalam urusan pribadi mereka dan dalam urusan negara mereka diwakili oleh tokoh agama. 

Sistem perlindungan terhadap dzimmi di era Ottoman di kenal dengan nama millet. Millet berarti bangsa. Dalam bukunya Turkey a Modern History, Erik J Zurcher menyebut millet sebagai sebutan khusus untuk komunitas dzimmi. Millet berasal dari bahasa Arab, millah, yang berarti komunitas agama tertentu. 

Bernard Lewis dalam buku nya The Emergence of Modern Turkey menulis bahwa millet merupakan sistem organisasi legal untuk mengatur komunitas agama. Sistem ini digunakan Ottoman untuk mengatur komunitas agama yang berada di bawah kekuasaannya seperti ma syarakat Kristen Yunani, Kristen Armenia, dan Yahudi.  Tidak hanya merujuk pada komunitas agama, millet juga digunakan sebagai istilah untuk suku bangsa. 

Sistem millet mulai berlaku sejak masa Sultan Usman I yang mulai memimpin Ottoman sejak 1299 M. Usman I kemudian memperluas wilayah kekuasaannya hingga batas wilayah Kekaisaran Bizantium atau Ro ma wi Timur yang kala itu berpusat di Konstantinopel. Ia memindah kan ibu kota Kesultanan Otto man ke Bursa yang kini berada di wilayah Turki modern. 

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement