REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam konteks Islamisasi Indonesia, arus kedatangan kaum Alawiyin dapat dikelompokkan menjadi dua gelombang, yakni periode sejak abad ke-13 dan sejak abad ke-19. Bedanya, gelombang pertama itu mula-mula berlabuh di India, untuk kemudian berkembang hingga ke Campa (Indocina) dan Kepulauan Nusantara.
Baca juga: Sejarah Keturunan Hadhrami, dari Yaman hingga Indonesia (3)
Adapun gelombang kedua terjadi setelah arus migrasi orang-orang Hadhrami sempat terputus beberapa abad lamanya. Di era modern tersebut, lantaran perkembangan teknologi pula, gelombang kedatangan kaum Alawiyin kembali berlangsung. Kali ini, kehadiran mereka tidak transit ke India terlebih dahulu, tetapi langsung dari Arab Selatan ke pulau-pulau besar di Indonesia.
Pada akhirnya, generasi itulah yang ikut menyokong pergerakan nasional menuju Indonesia Merdeka. Banyak pula tokoh sayyid yang namanya harum dikenang sebagai pejuang-pejuang bangsa.
Jejak sejarah orang-orang Hadhrami di Asia Tenggara seperti kurang mendapatkan sorotan. Syed Farid Alatas dalam artikelnya, "Hadhramaut and the Hadhrami Diaspora: Problems in Theoretical History", mempersoalkan kesan itu.
Dia mengatakan, kebanyakan penulis yang membahas Islamisasi di Nusantara sebelum abad ke-18 cenderung tidak mengkaji peran kaum Hadharim, termasuk kalangan sayyid. Padahal, menurut Syed Farid, mereka mendakwahkan agama ini secara menyeluruh kepada masyarakat tempatan.
Buktinya adalah kemunculan Wali Songo, yang disebut-sebut dalam Babad Tanah Jawi sebagai majelis sentral penyebar Islam di Pulau Jawa. Sembilan mubaligh tersebut, jelas Syed Farid, merupakan keturunan sayyid Alawiyin Hadhramaut.
Genealogi mereka sampai pada Ahmad bin Isa al-Muhajir (873-956), generasi kedelapan dari keluarga Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib melalui cucu Nabi SAW, Hussein.
Pada 931, sayyid al-Muhajir hijrah dari Basrah (Irak) ke Hadhramaut untuk menyingkir dari huru-hara perebutan kekuasaan. Dia membawa serta anaknya, Ubaidillah, yang lantas menurunkan Alwi. Dari cucu al-Muhajir itulah istilah Alawiyin bermula.
Syed Farid menyebutkan, nenek moyang Wali Songo dapat ditelusuri sejak Jamaluddin Akbar al-Hussein. Sosok itu memiliki kakek yang bernama Abdullah bin Abdul Malik. Dia hijrah dari Hadhramaut ke India untuk menghindari konflik politik yang terjadi di Arab Selatan.
Di India, Abdullah bin Abdul Malik bergelar Adzamat Khan, yang menurut bahasa Urdu artinya ‘keluarga yang mulia’. Penghormatan itu menandakan bentuk kecintaan rakyat dan penguasa setempat. Abdullah mempunyai seorang putra, yakni Ahmad Shah Jalal yang tidak lain ayahanda Jamaluddin al-Hussein.
Baca juga: Sejarah Keturunan Hadhrami, dari Yaman hingga Indonesia (5-Habis)