Rabu 13 Feb 2019 21:34 WIB

Bagaimana Islam Memandang Sihir? (8)

Hanya Allah, Yang Mahamengetahui segala sesuatu

(ilustrasi) Api
Foto: tangkapan layar wikipedia.org
(ilustrasi) Api

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagaimana sulap, ramalan-ramalan juga telah menjadi komoditas dalam ranah bisnis hiburan. Beberapa majalah remaja populer bahkan menyertakan rubrik khusus horoskop untuk menjabarkan “perkiraan” nasib orang-orang berdasarkan tanggal kelahirannya.

Dr Yusuf al-Qaradhawi dalam kitabnya yang telah diterjemahkan, Fatwa Kontemporer Jilid II, menjelaskan betapa percaya pada ramalan bintang telah melalaikan orang dari keimanan kepada Allah.

Baca Juga

Kata al-Qaradhawi, Islam menganggap buruk sejumlah perkara yang dikembangkan kaum jahiliyah, semisal sihir, perdukunan, ramalan nasib, ramalan bintang, atau praktik-praktik lainnya yang meminta pertolongan kepada jin atau setan.

Alquran surat an-Naml ayat 65 telah menegaskan, yang artinya, “Katakanlah: ‘Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah’, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.”

Islam menolak pandangan bahwa segala yang terjadi pada manusia, baik itu kemalangan atau nasib senang, ada hubungannya dengan bintang-bintang di langit.

Dalam hadis riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengambil sepotong dari ilmu nujum (ramalan perbintangan), maka berarti dia mengambil sepotong dari ilmu sihir. Bertambah ilmu nujumnya, bertambah pula sihirnya.”

Singkatnya, Islam telah menggariskan, hanya Allah saja yang tahu dan menentukan nasib-nasib manusia atau perkara gaib lainnya.

 

Awas Godaan Setan!

Adanya keterlibatan setan merupakan keburukan yang besar. Ulama-ulama banyak menyertakan ihwal pertolongan setan dalam definisi tentang sihir. Ibnu al-Qayyim misalnya, sebagaimana dikutip Wahid bin Abdussalam Bali (1995), menegaskan bahwa sihir merupakan perpaduan antara pengaruh roh-roh jahat dengan kekuatan-kekuatan alamiah.

Al-Azhari mengatakan, sihir adalah perbuatan yang mendekatkan diri kepada setan dengan pertolongan setan. Adapun Wahid menyimpulkan sihir sebagai kesepakatan antara tukang sihir dan setan, yakni ketika penyihir itu melakukan syirik dan, sebaliknya, setan berupaya mewujudkan permintaan-permintaan si penyihir.

Wahid menguraikan beberapa cara-cara yang biasanya digunakan penyihir untuk memanggil setan. Pertama, dengan ritual persembahan atau memasukkan dupa dan sejenisnya ke dalam api. Kedua, menyembelih hewan-hewan tertentu dengan tidak menyebut nama Allah. Ketiga, cara kenajisan, yakni penyihir menuliskan surat-surat Alquran dengan cairan darah haid atau najis-najis lain.

Semua cara itu penyihir lakukan dalam kondisi tidak suci atau di tempat-tempat yang hina, semisal toilet. Proses kerja sama atau pertolongan setan pula yang membedakan sihir dari, misalnya, karamah atau mukjizat.

 

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement