Kamis 08 Nov 2018 12:12 WIB

Bercandanya Rasulullah Sarat Pelajaran dan Ilmu

Kebanyakan televisi menayangkan lawakan kasar.

Rasulullah
Foto: Pixabay
Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Seperti dipesankan Imam Nawawi, bercandanya Rasulullah SAW tidak sampai membuat martabatnya rendah. Materi yang menjadi guyonan juga tidak mengada-ada. Bahkan, sarat dengan pelajaran dan ilmu pengetahuan. Seperti sabda Rasul, “Celakalah bagi mereka yang berbicara, lalu berdusta supaya dengannya orang banyak yang tertawa. Celakalah baginya dan celakalah.” (HR Ahmad)

Model yang diajarkan Rasulullah sangat jauh dari fenomena yang terjadi di masyarakat. Seperti, tontonan-tontonan yang semata bertujuan membuat pemirsanya tertawa. Di antaranya, lawakan yang penuh dengan materi bohong, mengada-ada, dan berpura-pura bodoh.

Bahkan, ada yang menyalahi kodrat ilahi, seperti berpura-pura menjadi banci agar orang tertawa. Padahal, laki-laki yang berpura-pura menjadi wanita atau sebaliknya mendapat laknat yang keras disisi Allah.

Kebanyakan dunia televisi menyajikan lawakan yang kasar. Kerap ditemui materi lawakan berupa olok-olokan yang merendahkan orang lain. Mereka sengaja menghina kekurangan rekan mereka hingga membuka aibnya. Acara komedi seperti ini jelas bertentangan dengan firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”(QS al- Hujuraat [49]:11).

Imam Nawawi juga memesankan, seseorang dilarang bercanda dalam hal-hal serius, seperti membuat undang-undang, menentukan sebuah hukum, dalam pengadilan/ persidangan, ketika menjadi saksi, dan lain sebagainya. Bercanda juga dilarang ketika situasi yang tidak tepat, seperti tempat yang terkena bencana, ketika sedang bertakziyah, atau ketika mengiringi jenazah.

Intinya, perhatikanlah situasi dan kondisi sebelum melontarkan guyonan. Seorang Muslim yang bercanda tetap memperhatikan norma-norma kesopanan. Terlalu banyak tertawa juga akan mengeraskan dan mematikan hati. Rasulullah menganjurkan umatnya untuk lebih banyak menangis ketimbang tertawa. Maksudnya, hendaklah seorang Muslim lebih menyibukkan diri dengan muhasabah dan mengevaluasi dirinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement